Resep Sukses ala Lo Kheng Hong
Jeli mencari perusahaan bagus tapi harganya murah. Resepnya, pantang membeli saham sebelum mempelajari perusahaannya.
TAK pelak lagi,
Lo Kheng Hong menjadi salah satu investor individu paling top di Indonesia. Perhitungan yang jeli membuat dia beberapa kali menemukan perusahaan yang prospektif tapi harga sahamnya masih murah. Dia di antaranya membeli saham
United Tractors,
Multibreeder Adirama Indonesia, dan
PT Timah saat masih murah dan menjualnya dengan keuntungan puluhan, bahkan ratusan, kali lipat.
Lahir dari keluarga pas-pasan di Jakarta, 55 tahun silam, Lo bahkan tidak bisa langsung kuliah. Selesai SMA, ia menjadi pegawai tata usaha sebuah bank dan menyisihkan gajinya agar bisa kuliah sore di Universitas Nasional dan kemudian S-2 di Institut Pengembangan Wiraswasta Indonesia, Jakarta. Ia pun mulai masuk bursa di usia “tua”, yakni 30 tahun. Kepada majalah detik, dengan nada lembut dan tenang, dia mengungkapkan sejumlah prinsip berinvestasi yang membuatnya sukses.
Kapan pertama kali membeli saham?
Tahun 1989. Pertama kali saya coba beli saham ikut-ikutan, terus antre di
BDNI. Waktu itu
saham IPO Gajah Surya Multifinance (lembaga pembiayaan yang, seperti
BDNI, dimiliki kelompok
Gajah Tunggal). Saya pikir, karena yang beli saham ini banyak, harga bakal naik. Ternyata harga turun. Ya, kita cut loss saja deh. Pertama kali beli saham saja sudah rugi. Untung saya tidak kapok.
Sehari berapa jam membaca?
Saya tidak punya kantor. Setiap hari saya duduk di taman di rumah saya di Kedoya, Jakarta Barat, bukan taman umum seperti Taman Untung Suropati. Di taman itu saya melakukan tiga hal, yaitu RTI atau reading, thinking, and investing. Pagi ada empat koran datang. Pukul 06.00, saya baca koran. Berita yang bagus saya gunting, saya kliping. Kalau koran tidak dikliping, nanti saya lupa.
Berita-berita itu di-file sendiri?
Iya, saya melakukan sendiri karena saya tidak punya sekretaris. Kedua, saya baca laporan keuangan perusahaan publik. Saya juga baca keterbukaan informasi di BEI. Ketiga, saya membaca buku-buku saham, terutama saya membaca buku Warren Buffet karena dialah orang yang paling berhasil berinvestasi di pasar modal. Di rumah kira-kira ada 40 buku tentang Warren Buffet.
Ada yang saya baca empat kali, tiga kali, berulang-ulang supaya makin meresapi. Favoritnya adalah Warren Buffet Way, ada juga 24 strategi seperti Warren Buffet. (24 Simple Investing Strategies from the World’s Greatest Value Investor tulisan James Pardoe yang khusus mengulas Buffett. Sedangkan The Warren Buffett Way, ditulis Robert Hagstrom dan diterbitkan 1994, sudah terjual lebih dari sejuta eksemplar.)
Dari teori Warren Buffet, apakah semua dipraktekkan?
Iya, semua dipraktekkan. Pembelian saham terbaik yang pernah dilakukan? Ada perusahaan namanya Multibreeder Adirama, perusahaan anak ayam terbesar kedua di Indonesia setelah Charoen Pokphand (PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk). Ini laporan keuangan tahun 2010. Nama saya tercantum memiliki 8,29 persen (6,2 juta lembar saham). Dulu, tahun 2005, saya beli saham ini masih Rp 250. Apa yang terjadi setelah enam tahun? Yang saya beli Rp 250 ini naik sampai Rp 31.500, untung 12.600 persen. Lumayan, ya. Kalau dikalikan dengan Rp 31.500, jadi Rp 200 miliar. (PT Multibreeder Adirama Indonesia Tbk sejak 2012 digabung dengan induknya, PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk.)
Kalau memilih emiten, adakah sektor-sektor yang dihindari? Kalau Warren Buffet kan menghindari saham-saham teknologi?
Perusahaan teknologi itu belanja modalnya besar. Saya kasih contoh Indosat (PT Indosat Tbk). Dia punya satelit dua, dia punya pelanggan sekitar 50 juta orang, dia punya kabel di bawah laut sekitar 20 ribu kilometer. Belum lagi tower-nya. Kalau kita lihat laporan keuangannya September 2013, kalau tidak salah, dia rugi Rp 1,766 triliun, ada kerugian kurs, kerugian operasi.
Kalau kita lihat perusahaan, saya dapat uang cukup dari perusahaan pakan ayam dari Charoen Pokphand, Japfa Comfeed. Pakan ayam ini teknologinya sangat rendah. Siapa yang tidak bisa bikin pakan ayam? Orang kampung juga bisa. Kalau lihat laporan keuangannya, dahsyat. Charoen Pokphand itu jual makanan ayam labanya bisa Rp 2,5 triliun.
Jadi, kalau mau berusaha yang gampang, teknologi rendah ya jual makanan ayam saja. Teknologi rendah lebih menguntungkan karena belanja modalnya kan kecil.
Kalau dulu, perusahaannya bagus bakal menghasilkan laba bagus, tapi sekarang malah turun, seperti Bumi (PT Bumi Resources Tbk), apakah masih dipegang juga?
Itu kan karena komoditas yang sifatnya cyclical, ada siklusnya. Kalau harga komoditasnya naik, dia bagus. Tapi, begitu harga komoditasnya turun, otomatis labanya tinggal sedikit. Harga sahamnya dari Rp 8.750 (pada puncaknya di 2008) menjadi Rp 300 (kisaran harga saat ini). Tahun 2014 bisa menjadi pemulihan bagi Bumi Resources. Utangnya ke CIC itu US$ 1,3 miliar lunas, kan barusan disetujui di RUPS (10 Januari) untuk debt to equity swap. Terus bunga dia 19 persen setahun. Kalau US$ 1,3 miliar (utangnya), beban bunganya kurang-lebih US$ 250 juta setahun. Berarti beban bunganya juga berkurang. Dia juga menjual Kaltim Prima Coal (KPC) ke CIC di harga US$ 950 juta. Labanya US$ 850 juta. Jadi tahun 2014 itu bisa pembalikan arah, pemulihan bagi Bumi Resources.
Sewaktu krisis moneter 1998, apa yang Bapak lakukan?
Waktu 1998, indeks hancur dan portofolio (daftar aset di bursa) ikut hancur. Saat itu tidak mungkin saya lepas sahamnya karena indeks sedang paling murah. Saya mau beli lagi, duit sudah tidak ada. Akhirnya, yang saya lakukan, saham-saham saya tukar dengan saham perusahaan yang lebih bagus, harga sahamnya lebih murah, dan saya menemukan United Tractors untuk portofolio saya. (Pada 1998, saham United Tractors bahkan sempat hanya Rp 125 per lembar. Saat Lo Kheng Hong melepas pada 2006, harganya sudah melewati garis Rp 1.000 per lembar. Saat ini United Tractors berada di atas Rp 6.000 per lembar.)
Bapak, katanya, tidak mengambil saham-saham indeks LQ45 (45 saham paling banyak diperdagangkan)?
Hampir tidak pernah. Saham-saham di LQ45 harganya sudah wajar, yang beli para fund manager. Saya adalah seorang yang mencari perusahaan yang salah harga. Salah harga adalah perusahaan yang memiliki nilai intrinsik lebih tinggi dari harga saham. Sebagai investor, saya mencari saham-saham yang salah harga dan biasanya ada di luar LQ45.
Rata-rata saham Bapak berapa tahun dipegang?
Multibreeder itu enam tahun, dari 2005 sampai 2011. Kalau UNTR (United Tractors) kira-kira 6 tahun, dari 1998 saya jual tahun 2004.
Pernah mengalami tekanan pasar yang membuat sahamnya turun dan perusahaannya tutup?
Tidak pernah. Sewaktu saya membeli, pertama, saham dipelajari dulu. Kedua, indeks kita kan naik. Saya pernah beli saham sebuah perusahaan harganya Rp 200. Setelah saya beli, dia turun jadi Rp 60, saya beli lagi. Saya tidak cut loss (jual rugi). Saya berpikirnya positif: kok saya tidak minta diskon dikasih diskon. Jadi saya ambil lebih banyak di Rp 60. Eh, satu hari harga kapas dunia naik. Dia usahanya petrokimia untuk bahan-bahan pembuat poliester, jadi ikut naik dari Rp 60 menjadi Rp 600. Perusahaannya Polychem (PT Polychem Indonesia Tbk).
Tahun berapa?
Beberapa tahun yang lalu, waktu harga kapas naik, 2009 kalau tidak salah. Sudah saya lepas semua waktu dia naik. Saya juga ada untung di PT Timah. Tahun 2002 saya beli harganya Rp 285-290, tahun 2004 dia naik 10 kali lipat, tahun 2009 saya jual. Tahun 2008 komoditas gila-gilaan (saham PT Timah) jadi Rp 3.800.
Ada tip untuk yang baru mulai masuk main saham? Apa yang harus dilakukan, apa yang harus dihindari?
Untuk memulai itu, jangan pernah membeli saham sebelum membaca dia punya annual report. Kan di annual report itu ada semuanya, ada usahanya, ada manajemennya, ada pemegang sahamnya. Dia punya penjualan berapa, dia punya laporan keuangan berapa, dia punya laba berapa, dia punya modal sendiri berapa, dia punya utang berapa, dia punya laba per saham berapa, dia punya nilai buku berapa, dia punya return on equity (persentase pendapatan dibanding modal yang ditanam) berapa.
Kita melakukan investasi, tapi kalau kita membeli saham tanpa membaca annual report, kita sedang membeli kucing dalam karung. Kita sedang berjudi. (Dalam dunia investasi pasar modal, metode yang digunakan Lo Kheng Hong dan Buffett sering disebut pendekatan fundamental. Di sisi lain, ada pendekatan teknikal, yang mencoba meramal ke mana harga saham bergerak secara matematis.)
Apakah Bapak memperhitungkan perhitungan teknikal?
O, tidak. Saya tidak percaya itu. Saya membeli saham, seperti saya jelaskan tadi, ada lima hal. Pertama, apakah orang-orang (pengelola perusahaan) ini jujur, profesional, atau orang-orang yang tidak jujur.
Itu kelihatan dari track record?
Bisa kelihatan dari apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Di masa lalu itu apakah banyak melakukan transaksi afiliasi. Biasanya transaksi-transaksi afiliasi itu sangat merugikan investor. Kedua, kita bisa tahu dari pesaingnya. Perusahaan A, pasti pesaingnya tahu. Kliennya juga tahu. Karyawannya juga tahu. Mungkin pelanggannya juga tahu. Saya lihat manajemen. Tapi orang teknikal, manajemen tidak perlu, abaikan saja. Saya lihat bidang usaha. Ada usaha yang bagus, ada usaha yang jelek. Mereka tidak lihat bidang usaha, yang penting lihat grafik saja. Saya lihat kemampuan perusahaan menghasilkan laba. Ini laba atau rugi. Mereka tidak peduli. Saya membeli perusahaan yang tumbuh. Mereka tidak peduli. Mau tumbuh kek, tidak kek. Tidak peduli, mereka hanya lihat grafik.
Saya mencari perusahaan yang salah harga. Yang nilai intrinsiknya jauh lebih besar dari harga saham. Mereka tidak peduli. Mau mahal, mau murah, tidak peduli. Jadi saya tidak percaya (pendekatan teknikal) itu. Saya 100 persen orang fundamental.
Belum ada tanggapan untuk "100 Persen saya orang fundamental"
Posting Komentar
Kritik dan Saran yang membangun dari Anda sangat KAMI harapkan.
Silahkan isi KOMENTAR anda yang membangun untuk kemajuan dan koreksi di blog ini.
No Sara, No Racism Terima Kasih.