Janji termasuk karakter keimanan dan ketakwaan, melanggar janji termasuk karakter kenifakan dan kedurhakaan. Janji merupakan sebuah kata yang manis serta mudah untuk diucapkan tetapi terkadang sangat sulit untuk mewujudkannya. Kenifakan yaitu menampakkan kebaikan dan menyebunyikan kejahatan.
Komposisi kabinet Joko Widodo dan Jusuf Kalla seolah menjadi teka-teki yang tidak ada habisnya. Di tengah kuatnya arus tarik-menarik kepentingan elite, Jokowi juga dituntut memenuhi janji revolusi mental dalam mengangkat para menterinya. Secara konstitusional, pengangkatan seorang menteri merupakan hak prerogatif presiden. Dalam sistem presidensial, seorang menteri merupakan pembantu presiden yang bertanggung jawab langsung kepada atasannya.
Namun realitas politik acapkali memaksa hak ini tak berada sepenuhnya dalam genggaman seorang presiden. Pada kenyataannya elite parpol turut memiliki peran utama, bahkan kadang setara, dalam artian politik dengan otoritas yang dimiliki presiden.
Dilema penyusunan kabinet juga tengah menghantui Jokowi saat ini. Ia tengah bergelut dengan tarik-menarik kepentingan dengan elite partai dan tim sukses yang turut andil membantu pemenangannya pada pemilu presiden lalu. Pada saat bersamaan, Jokowi juga tengah bertarung dengan dirinya sendiri, sesuai dengan janji untuk menghadirkan pemerintahan baru yang reformis dan keluar dari pakem politik terdahulu.
Dari sinilah sebenarnya gagasan revolusi mental diuji. Jokowi memiliki tenggat maksimal hingga 14 hari setelah dilantik sesuai Pasal 16 Undang-Undang Kementerian Negara untuk menentukan para menteri kabinetnya.
Dari pelbagai pernyataan sejak masa kampanye hingga menjabat presiden sekarang ini, setidaknya ada empat janji yang pernah dilontarkan Jokowi menyangkut kabinet. Janji-janji itu adalah membentuk kabinet yang tak transaksional, janji untuk transparan dan partisipatif dalam penentuan menteri, janji untuk mengangkat menteri yang tidak rangkap jabatan sebagai pengurus partai, janji melibatkan KPK dan PPATK untuk memberikan masukan terkait calon menteri. Sejumlah elemen yang peduli isu korupsi dan tata kelola pemerintahan ibarat mendapat angin surga. Angin yang membawa harapan menuju arah pemerintahan lebih baik.
Namun, sejujurnya kita melihat Jokowi perlahan mulai kedodoran dalam merealisasikan janjinya itu. Arah angin tampaknya mulai perlahan berputar. Komitmen untuk transparan dalam penentuan menteri dan melibatkan partisipasi publik untuk memberikan masukan kurang dilakukan. Padahal, waktu yang ia miliki sangat terbatas.
Partisipasi publik sesungguhnya harus dipandang Jokowi sebagai upaya merawat dukungan dari beragam strata sosial yang menyokongnya dalam pemilu lalu. Sulit dibantah, kontribusi masyarakat yang melebur dalam berbagai bentuk menjadi instrumen utama yang memenangkan Jokowi dalam pemilu. Bahkan mengalahkan peran partai pendukungnya sendiri. Penentuan menteri ini akan sekaligus menjadi ujian ke mana arah keberpihakan Jokowi sesungguhnya.
Parpol sebagai entitas organisasi yang juga turut menerima dana dari APBN setiap tahun, masuk pada subyek pasal itu. Aturan ini sangat jelas, hanya saja tak pernah diimplementasikan secara tegas oleh Presiden SBY semenjak diundangkan (2008).
Terakhir, janji Jokowi untuk melibatkan KPK dan PPATK dalam memberikan masukan menyangkut para calon menteri. Peran dua lembaga ini sangat vital untuk mendorong pembentukan kabinet yang bersih.
Jokowi tentu akan mendapat manfaat ganda dengan melibatkan KPK dan PPATK dalam pengisian kabinet. Pertama, dari pendekatan pemberantasan korupsi, melibatkan dua organisasi ini akan jadi filter masuknya orang-orang bermasalah dalam kabinet. Pemberantasan korupsi akan berjalan lebih mudah karena kementerian dipimpin orang bersih dan tidak menjadi pemburu rente.
Kedua, melibatkan KPK dan PPATK juga bisa menjadi strategi bagi Jokowi untuk keluar dari tekanan dan intervensi parpol dalam penyusunan kabinet. Acap kali elite partai justru menyodorkan orang-orang bermasalah menjadi pejabat publik dan presiden kesulitan menolaknya. Dengan menggunakan strategi pelibatan institusi penegak hukum bisa menjadi dalil kuat bagi Jokowi menolak nama-nama bermasalah versi penegak hukum tanpa harus beradu argumen vis a vis dengan elite partai untuk menolaknya. Jadi, ia tak lagi menjadi episentrum tunggal.
Janji Jokowi di atas seluruhnya terekam kuat dalam ingatan jutaan pemilih hingga relawan yang mendukungnya. Publik sejatinya hanya ingin Jokowi memulai momentum perubahan baru dengan orang-orang bersih dan berintegritas di sekelilingnya. Jokowi harus mengaktualisasikan gagasan revolusi mental sebagai jargon kampanyenya dalam penentuan kabinet ini.
Revolusi mental itu dimulai dari mendengar suara masyarakat, bukan kemauan elite-elite politik belaka. Revolusi mental itu menjadikan publik sebagai pelaku demokrasi, bukan penonton. Revolusi mental harus dilakukan dengan cara melunasi janji kampanye. Publik sekarang tengah menagih janji Jokowi untuk membangun pemerintahan bersih, bukan transaksional.
Janji adalah sebuah kontrak psikologis yang menandakan transaksi antara 2 orang di mana orang pertama mengatakan pada orang kedua untuk memberikan layanan maupun pemberian yang berharga baginya sekarang dan akan digunakan maupun tidak. Janji juga bisa berupa sumpah atau jaminan.
Janji dapat diucapkan maupun ditulis sebagai sebuah kontrak. Melanggar janji tak hanya sering dianggap sebagai perbuatan tercela, malahan juga ilegal, seperti kontrak yang tidak dipegang teguh.
Atau janji mengandung arti ucapan yg menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat (spt hendak memberi, menolong, datang, bertemu), persetujuan antara dua pihak (masing-masing menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu), syarat; ketentuan (yg harus dipenuhi), penundaan waktu (membayar dsb); penangguhan, batas waktu (hidup); ajal
Ada istilah gombal janji yang maksudnya janji yg tidak ditepati; janji kosong; janji palsu, berjanji yakni mengucapkan janji; menyatakan bersedia dan sanggup untuk berbuat sesuatu (memberi, menolong, datang, dsb), menyanggupi akan menepati apa yg telah dikatakan atau yg telah disetujui, men·jan·ji·kan menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk berbuat sesuatu kpd orang lain: .
Ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi sallallahu’alaihi wa sallam telah menunjukkan akan kewajiban memenuhi janji dan sumpah setia. Serta menjelaskan buruknya orang yang melanggarnya atau tidak menepatinya. Terkadang tidak menepati (janji dan sumpa setia) mengarah kepada ke kafiran.
Sebagaimana terjadi pada Bani Israil dan lainnya. Ketika mereka melanggar janji dan sumpah setia dengan Tuhannya. Mereka meninggalkan janji Allah berupa keimanan, mengikuti para Rasul-Nya. Allah berfirman,
"Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya.’ SQ. Al-Isra’: 34. ‘dan penuhilah janji Allah.’" (QS. Al-An’am: 152)
Dan Allah berfirman ketika menyanjung para hamba-Nya orang-orang mukmin,"(yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian." (QS Ar-Ra’du: 20)
Nash-nash dalam Kitab dan Sunnah banyak dan jelas petunjuknya akan kewajiban memenuhi (janji) dan haramnya melanggar dan berkhianat. Semua ayat yang ada lafaz janji dan sumpah setia menunjukkan hal itu baik secara tekstual maupun pemahaman. Dan perilaku Nabi sallallahu’alaihi wa sallam dan para shahabatnya adalah bukti nyata dalam realisasinya.
Kemudian, Allah menyebutkan manfaat besar di dunia dan akhirat jika seseorang memenuhi janjinya, disamping manfaat nyata bagi kebaikan masyarakat yang berkesinambungan. Di antara manfaat tersebut adalah, dalam Al-Quran disebutkan bahwa memenuhi janji termasuk sifat orang-orang bertakwa sekaligus sebab utama dalam menggapai ketakwaan.
Allah Ta’ala berfirman,
‘(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.’ (QS. Ali Imran: 76)
Menepati janji termasuk sebab mendatangkan keamanan di dunia dan menghindari pertumpahan darah, melindungi hak para hamba, baik yang muslim maupun kafir. Sebagaimana firman Allah Ta’ala
“(Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Anfal: 72)
Dapat menghapus kesalahan dan memasukkan ke surga. Sebagaimana yang kita dapatkan dalam Firman-Nya, "Dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu." (QS. Al-Baqarah: 40)
Ibnu Jarir rahimahullah berkomentar, "Janji (Allah) kepada mereka, kalau mereka melakukan hal itu, maka (Allah) akan memasukkan mereka ke surga."
Pengkhianatan adalah lawan kata dari amanah dan memenuhi (janji). Kalau amanah dan memenuhi janji termasuk karakter keimanan dan ketakwaan, maka khianat dan melanggar (janji) termasuk karakter kenifakan dan kedurhakaan. Na'uzubillah.
Dari Abdullah bin Amr radhiallahu’anhuma, dia berkata, Rasulullah sallallahu’alahi wa sallam bersabda:
“Empat (prilaku) kalau seseorang ada padanya, maka dia termasuk benar-benar orang munafik. Kalau berbicara berdusta, jika berjanji tidak menepati, jika bersumpah khianat, jika bertikai, melampau batas. Barangsiapa yang terdapat salah satu dari sifat tersebut, maka dia memiliki sifat kemunafikan sampai dia meninggalkannya." (HR. Bukhari, 3178 dan Muslim, 58).
Dikutip dari berbagai sumber.
Belum ada tanggapan untuk "Mudah-mudahan bukan hanya JANJI di mulut saja "
Posting Komentar
Kritik dan Saran yang membangun dari Anda sangat KAMI harapkan.
Silahkan isi KOMENTAR anda yang membangun untuk kemajuan dan koreksi di blog ini.
No Sara, No Racism Terima Kasih.