Dalam RAPBD Jakarta 2015 versi Pemprov, tercatat pendapatan Pemprov Jakarta mencapai Rp 63,8 triliun. Dari mana Pemprov Jakarta memperoleh uang?
Perolehan tertinggi berasal dari pendapatan asli daerah, yakni Rp 45,3 triliun, yang terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, dan lainlain. Pajak daerah memberi sumbangan paling tinggi, yakni Rp 38,3 triliun. Pajak ini antara lain terdiri atas pajak kendaraan bermotor Rp 7 triliun, bea balik nama kendaraan bermotor Rp 6,5 triliun, pajak hotel Rp 2,3 triliun, dan pajak restoran Rp 2,7 triliun.
Kemudian pajak hiburan Rp 1 triliun. Sektor yang sering menuai protes ormas garis keras ini memberikan sumbangan yang tidak kecil. Misalnya pajak diskotek Rp 54 miliar, karaoke Rp 287 miliar, klub malam Rp 40 miliar, panti pijat Rp 117 miliar, mandi uap atau spa Rp 108 miliar, dan pusat kebugaran Rp 56 miliar.
Selain itu, pajak reklame menyumbang Rp 1,8 triliun, pajak parkir Rp 800 miliar, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan Rp 5,5 triliun, pajak rokok Rp 500 miliar, serta pajak bumi dan bangunan pedesaan serta perkotaan Rp 8 triliun.
Retribusi menyumbang uang kepada Pemprov DKI Jakarta sebesar Rp 980 miliar. Retribusi itu antara lain retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat Rp 9,5 miliar, dengan perincian sewa tanah makam selama 3 tahun Rp 2 miliar serta perpanjangan sewa tanah makam Rp 6,5 miliar.
Juga ada retribusi pemakaian terminal Rp 7 miliar. Retribusi izin mendirikan bangunan Rp 185 miliar. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol Rp 1,3 miliar.
Selain pendapatan asli, Jakarta mendapat uang dari dana perimbangan berupa dana bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak sebesar Rp 11,4 triliun. Kemudian dari pendapatan daerah yang sah sekitar Rp 7 triliun. Isinya merupakan gabungan pendapatan hibah Rp 4,5 triliun serta dana penyesuaian dan otonomi khusus Rp 2,5 triliun, yang terdiri atas tambahan penghasilan guru pegawai negeri sipil daerah profesi nonsertifikasi Rp 15 miliar, tambahan penghasilan guru pegawai negeri sipil daerah profesi sertifikasi Rp 1,4 triliun, serta dana bantuan operasional sekolah (BOS) Rp 1 triliun.
Lalu dari uang Rp 63,8 triliun itu, bagaimana Pemprov Jakarta menggunakannya? Ternyata Jakarta merencanakan pembelanjaan yang lebih tinggi dari pendapatan. Total belanja Jakarta dianggarkan Rp 67,4 triliun alias mengalami defisit Rp 3,6 triliun.
Belanja Jakarta terdiri atas belanja langsung dan tak langsung. Belanja tak langsung antara lain belanja pegawai, yakni gaji dan tunjangan pegawai Rp 16,6 triliun. Jumlah total pegawai Jakarta adalah 71.118 orang. Lalu gaji dan tunjangan anggota DPRD Rp 48,6 miliar. Anggota DPRD mendapat tunjangan, yang jumlahnya sampai belasan, yang terdiri atas uang representasi, tunjangan keluarga, tunjangan jabatan, tunjangan beras, tunjangan PPH/tunjangan khusus, iuran asuransi kesehatan, uang paket, tunjangan komisi, tunjangan Badan Kehormatan, tunjangan alat kelengkapan lainnya, tunjangan perumahan, uang duka wafat/tewas, belanja penunjang operasional pimpinan DPRD Rp 676 juta, tunjangan Badan Musyawarah, dan tunjangan Badan Anggaran.
Selain tunjangan tersebut, masih ada anggaran untuk DPRD, berupa tunjangan komunikasi intensif pimpinan dan anggota DPRD senilai Rp 11,4 miliar. Sementara itu, gaji dan tunjangan kepala daerah dan wakil kepala daerah dianggarkan Rp 252 juta, yang terdiri atas gaji pokok Rp 97,9 juta, tunjangan keluarga Rp 11,7 juta, dan tunjangan jabatan Rp 135 juta.
Masih disediakan juga biaya penunjang operasional kepala daerah/wakil kepala daerah Rp 54,3 miliar. Masih masuk dalam belanja tidak langsung adalah belanja untuk gaji dan tunjangan PNS Rp 16,5 miliar, dengan perincian gaji pokok Rp 3,7 miliar. PNS Jakarta juga mendapatkan sejumlah tunjangan, yakni tunjangan keluarga, tunjangan jabatan, tunjangan fungsional, tunjangan umum, tunjangan khusus (PPH), tunjangan beras, iuran asuransi kesehatan, tunjangan kinerja, dan tunjangan penghargaan pegawai.
Selain tunjangan, PNS Jakarta memperoleh tambahan penghasilan yang dianggarkan Rp 60 miliar. Tambahan ini meliputi tambahan penghasilan berdasarkan prestasi kerja. Belanja tidak langsung lainnya di antaranya subsidi Rp 940 miliar, hibah Rp 1,6 triliun, bantuan sosial Rp 3 triliun, belanja bantuan keuangan kepada kabupaten/kota/desa Rp 401 miliar, dan belanja tidak terduga Rp 1,2 triliun. Belanja hibah diberikan kepada badan, lembaga, dan ormas Rp 730 miliar, hibah kepada kelompok/anggota masyarakat Rp 148 miliar, serta hibah dana BOS Rp 723 miliar.
Bantuan sosial untuk ormas Rp 8,2 miliar, bansos untuk siswa miskin Rp 3 triliun, dan bantuan keuangan kepada parpol Rp 1,8 miliar. Sedangkan belanja langsung sebanyak Rp 41,2 triliun, yakni belanja pegawai Rp 2,9 triliun, belanja barang dan jasa Rp 16,1 triliun, serta belanja modal Rp 22 triliun.
Belanja langsung pegawai meliputi honorarium PNS, honorarium non-PNS atau pegawai honorer alias tidak tetap Rp 2,9 triliun, dan biaya perjalanan kegiatan rapat dalam kota Rp 65,9 miliar. Kemudian belanja barang dan jasa, di antaranya belanja alat tulis kantor Rp 405 miliar, belanja dokumen/administrasi tender Rp 1,1 miliar, belanja prangko, meterai, benda pos Rp 1,6 miliar, belanja alat rumah tangga kantor Rp 26 miliar, hadiah lomba Rp 68 miliar, belanja tong sampah Rp 22 miliar, belanja barang pakai habis teknologi informasi komunikasi Rp 1 triliun.
Belanja penguburan jenazah masyarakat tidak mampu Rp 6 miliar, belanja makanan dan minuman Rp 863 miliar, belanja pakaian dinas dan atributnya Rp 28,8 miliar, belanja perjalanan dinas Rp 160 miliar.
Belanja beasiswa tugas belajar S-1 Rp 1 miliar, belanja beasiswa tugas belajar S-2 Rp 16 miliar, uang tunjangan belajar S-2 Rp 11 miliar. Juga ada biaya pemeliharaan Rp 3,7 triliun. Uang untuk diberikan kepada pihak ketiga atau masyarakat sebesar Rp 62 miliar.
Belanja modal pengadaan alat-alat persenjataan atau keamanan Rp 238 juta, misalnya pengadaan borgol Rp 42 juta, pengadaan detektor logam Rp 82 juta, pengadaan pentungan Rp 27 juta, dan pengadaan setolop (senter) Rp 86 juta.
Selain pendapatan dan belanja, Jakarta mempunyai pembiayaan daerah sebesar Rp 9,2 triliun. Pembiayaan itu meliputi penerimaan pembiayaan, yakni sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya Rp 8,9 triliun dan penerimaan pinjaman daerah Rp 298,5 miliar. Sedangkan pengeluaran pembiayaan sebesar Rp 5,6 triliun, yakni untuk penyertaan modal investasi daerah Rp 5,6 triliun dan pembayaran pokok utang Rp 9 miliar.
RAPBD 2015 itu masih akan dievaluasi Kementerian Dalam Negeri. Kementerian menyoroti anggaran belanja pegawai yang sangat besar. “Belanja pegawai, mohon maaf, masak hampir Rp 19 koma sekian (triliun), hampir Rp 20 triliun untuk belanja pegawai?” kata Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kemendagri Reydonnyzar Moenek.
Belanja barang dan jasa kantor juga dinilai masih terlalu besar. Total belanja dan jasa Rp 16 triliun. Belanja jasa kantor masih relatif tinggi, belanja pemeliharaan masih relatif tinggi, belanja bahan habis pakai masih relatif tinggi.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyatakan masih akan meneliti lagi RAPBD 2015. Ia mengaku tidak tahu persis detail RAPBD karena jumlahnya mencapai 68 ribu item. Mengapa anggaran belanja barang dan jasa kantor terlalu tinggi, mengapa belanja tong sampah sampai habis Rp 22 miliar? ”Itu aku enggak tahu, mesti dicek,” kata Ahok kepada majalah detik. “Masyarakat juga harus bisa lihat dan protes, mengapa ada seperti ini atau itu,” tuturnya. Sumber:majalahdetik.
|
Panti Pijat setor pajak ke Pemprov DKI sampai 117 miliar per tahun |
Belum ada tanggapan untuk "Panti Pijat setor pajak ke Pemprov DKI sampai 117 miliar per tahun"
Posting Komentar
Kritik dan Saran yang membangun dari Anda sangat KAMI harapkan.
Silahkan isi KOMENTAR anda yang membangun untuk kemajuan dan koreksi di blog ini.
No Sara, No Racism Terima Kasih.