PT Bursa Efek Indonesia (BEI) optimistis penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) saham marak pada semester II-2014 atau setelah pemilihan presiden (pilpres) 9 Juli mendatang. Tahun ini, BEI menargetkan 30 emiten baru. Sepanjang semester I, terdapat 13 emiten baru yang melantai di bursa saham domestik. “Secara historis, setelah pemilu atau pilpres, IPO saham selalu marak,” ujar Direktur BEI Hoesen, di Jakarta, akhir pekan lalu.
Menurut Hoesen, para pemilik perusahaan lebih memilih IPO saham pasca-pilpres. Itu karena situasi ekonomi dan politik lebih pasti setelah mengetahui siapa pemimpin negeri ini.
Hoesen mengungkapkan, selama semester I-2014, BEI berhasil menjaring 13 emiten baru, turun dibandingkan periode sama tahun lalu sebanyak 17 emiten. Nilai emisi IPO saham juga turun menjadi Rp 4,05 triliun dibandingkan periode sama tahun lalu senilai Rp 10 triliun.
|
Saham IPO marak menjelang Pilpres |
Emiten baru tersebut, kata dia, mencakup 12 emiten yang melakukan pencatatan saham (listing) dan satu emiten yang melakukan pencatatan kembali saham (relisting). Ke-12 emiten listing terdiri atas PT Bank Panin Syariah Tbk (PNBS), PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA), PT Asuransi Mitra Mayaparya Tbk (ASMI), PT Capitol Nusantara Indonesia Tbk (CANI), PT Bali Towerindo Sentra Tbk (BALI), dan PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON).
Emiten lainnya adalah PT Graha Layar Prima Tbk (BLTZ), PT Intermedia Capital Tbk (MDIA), PT Eka Sari Lorena Transport Tbk (LRNA), PT Dwi Aneka Jaya Kemasindo Tbk (DAJK), PT Link Net Tbk (LINK), dan PT Chitose Internasional Tbk (CINT). Sedangkan satu emiten baru yang relisting adalah PT Tunas Alfin Tbk (TALF). Chitose Internasional merupakan emiten ke-13 yang masuk bursa di pengujung bulan ini. Perusahaan manufaktur dan distributor furnitur ini melepas 300 juta saham dengan perolehan dana Rp 99 miliar.
Hoesen menambahkan, sebanyak enam perusahaan listing di bursa dalam waktu dekat. Keenam calon emiten yang sedang menunggu pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) itu adalah PT Magna Finance Tbk, PT Bank Dinar Tbk, PT Bank Agris Tbk, PT Sitara Propertindo Tbk, PT Mitrabara Adiperdana Tbk, dan PT Batavia Prosperindo Internasional Tbk. “Mereka telah melakukan due diligence,” ujar dia.
Pasti Tercapai
Hoesen tetap optimistis BEI mampu menghadirkan 30 emiten baru melalui IPO saham tahun ini. Jumlah perusahaan yang melangsungkan IPO pada semester I- 2014 sedikit karena calon emiten ingin memastikan situasi pasar menjelang pilpres. “Calon emiten-emiten besar mungkin akan masuk pada semester II-2014. Meski lebih sedikit, masuknya emiten-emiten baru telah mendorong pasar menjadi lebih baik dari segi transaksi harian maupun market cap-nya,” papar dia.
Hoesen mengakui, sepanjang semester I tahun ini, nilai penerbitan saham baru untuk menambah modal (rights issue) lebih besar ketimbang IPO. “Fundraising-nya mencapai Rp 16 triliun,” tutur dia. Hoesen menegaskan, sahamsaham IPO masih menarik bagi investor asing. Hal itu terbukti dari laporan emiten setelah pembentukan harga atau penawaran awal (book building) dan masa penawaran. “Memang sulit diukur tentang investor asing ini. Tapi kalau di laporan, institusional asing banyak juga,” tutur dia.
Hoesen juga mengemukakan, otoritas bursa sedang berupaya menjaring perusahaan-perusahaan besar di sektor pertambangan untuk melantai di BEI. Untuk menambah minat IPO saham di sektor tambang, BEI segera meresmikan aturan khusus IPO saham perusahaan tambang. BEI dan OJK akan menggunakan aturan tersebut. “Kami bekerja sama dengan akuntan publik dalam hal pemeriksaan laporan keuangan calon emiten tambang. Kami juga akan mengeluarkan surat edaran (SE). Kebijakan ini mengikuti beberapa negara maju,” ucap dia.
Tertekan Rupiah
Sementara itu, Direktur Utama BEI Ito Warsito berharap pemerintah menekan defisit neraca perdagangan dan defisit neraca transaksi berjalan. “Defisit perdagangan dan transaksi berjalan telah menekan rupiah. Pelemahan rupiah pada gilirannya membuat pasar modal tertekan. Jadi, pemerintah harus memiliki kebijakan ekonomi makro yang prudent,” ujar dia.
Menurut Ito, pelemahan rupiah saat ini lebih banyak dipicu defisit neraca perdagangan dan defisit neraca transaksi berjalan. “Intinya, pelemahan rupiah akan mengganggu likuiditas di pasar modal,” tandas dia.
Ito mengungkapkan, jika dual deficit itu tidak bisa diatasi, investor asing berpotensi menarik dananya dari Indonesia, termasuk di pasar saham. “Secara temporer, pelemahan rupiah bisa menjadi insentif bagi masuknya dana asing. Bila sementara rupiah melemah, asing diuntungkan karena nilai tukar dan capital gain di pasar saham kita ditransaksikan dalam rupiah. Namun, dalam jangka panjang bisa sebaliknya,” tutur dia.
Ito menambahkan, jika defisit perdagangan dan transaksi berjalan gagal dibendung, investor asing akan melihat rupiah tidak kredibel dan fundamental ekonomi nasional rapuh. Kebijakan pemerintah juga bisa dianggap tidak prudent (hati-hati). “Sejauh ini asing masih bisa melihat komitmen pemerintah dalam menjaga kondisi ekonomi dan politik,” ujar dia.
Ito optimistis, jika situasi ekonomi makro terjaga baik dan pilpres berjalan lancar, target IPO tahun ini sebanyak 30 perusahaan tercapai. “Investor siap masuk pasar sejauh bisa mengestimasi situasi yang lebih stabil dan pasti,” kata dia. Sumber:SP
Belum ada tanggapan untuk "Saham IPO marak menjelang Pilpres"
Posting Komentar
Kritik dan Saran yang membangun dari Anda sangat KAMI harapkan.
Silahkan isi KOMENTAR anda yang membangun untuk kemajuan dan koreksi di blog ini.
No Sara, No Racism Terima Kasih.