Ada apa dengan Sutan Bhatoegana? Komisi Pemberantasan Korupsi telah tiga kali memeriksa Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat ini. Kantor dan rumahnya juga digeledah komisi antirasuah itu. Staf ahli Sutan, Irianto Muchyi, yang masih terhitung sebagai pendiri Partai Demokrat, pun dicegah KPK.
Sutan, yang juga menjabat Sekretaris Fraksi Partai Demokrat, merasa tidak melanggar hukum apa pun. Semua tindakan KPK terhadap dirinya dia anggap sebagai tindakan prosedural hukum biasa. “Saya kooperatif saja. Kita tunggu saja hasilnya,” kata Sutan kepada majalah detik saat menemuinya di ruang rapat Komisi VII, yang membidangi energi dan sumber daya mineral, riset dan teknologi, serta lingkungan hidup, setelah memimpin rapat kerja dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Rabu, 29 Januari 2014 sekitar pukul 18.00 WIB.
Sebelum wawancara, Sutan berdiskusi dengan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Jhonny Allen Marbun. Apa yang mereka bicarakan, hanya mereka yang tahu. Namun wajah Sutan tampak serius saat berbincang dengan Jhonny Allen. Sutan mulai ramai dikaitkan dengan kasus dugaan korupsi setelah namanya disebut mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini. Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, pada 28 November 2013, Rudi membuat pengakuan mengejutkan. Terdakwa suap SKK Migas ini memberikan uang US$ 200 ribu ke Komisi VII DPR.
Uang itu diberikan sebagai tunjangan hari raya. Uang itu, kata Rudi, diterima oleh Tri Yulianto. Tri tercatat sebagai anggota Komisi VII dari Fraksi Partai Demokrat. Dalam sidang Rudi pada 23 Desember 2013 terungkap, uang itu sebetulnya hendak diberikan kepada Sutan. Uang itu diserahkan melalui Tri Yulianto di toko buah All Fresh, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan.
Belakangan terungkap, untuk memenuhi permintaan Komisi VII itu, Rudi meminta PT Pertamina (Persero) membantu iuran. Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan pada Senin, 27 Januari, diperiksa KPK karena mengakui sempat dijawil Rudi. Namun dia menolak memberikan iuran sebagai THR bagi Komisi VII DPR. Kuasa hukum Karen, Rudy Alfonso, pada hari yang sama juga mengungkapkan kliennya sering mendapat ancaman pemecatan lantaran kerap menolak memberikan apa pun. Namun Rudy tidak mau menyebut identitas pihak yang mengancam Karen.
Sutan membantah semua tudingan yang mengarah ke dirinya. Ia mengaku tidak pernah menerima duit dari Rudi. Ia pun menyatakan tidak pernah mengancam akan merekomendasikan pemecatan Karen dari jabatan Direktur Utama Pertamina. “Hidup kita ini rahmatan lil alamin, keberkahan untuk sekalian alam. Masak ada ancam-ancaman?” ujar Sutan. Berikut ini wawancara Isfari Hikmat dan Aryo Bhawono dari
majalah detik dengan
Sutan Bhatoegana.
Nama Anda ramai disebut-sebut belakangan ini….
Nama Tuhan pun disebut tidak apa-apa, apalagi nama kita. Kan tidak jadi masalah.
Nama Anda disebut dalam dakwaan Rudi Rubiandini. Anda disebut bakal menerima THR US$ 200 ribu. Bagaimana tanggapannya?
Lo, kok melalui saya? Tidak salah? Di BAP (berita acara pemeriksaan) tidak begitu ceritanya. Melalui si A ke Pak Sutan. Sedangkan si A sendiri bilang tidak ada. Jadi, jawaban saya, kita sendiri tidak ada. Ya, tidak ada memang. Itu kan sudah di BAP yang disebut ketemu sama beliau. Saya sudah (beri) klarifikasi, di BAP saya sudah ada itu.
Staf Anda, Irianto Muchyi, dicekal KPK. Bagaimana tanggapan Anda?
Dia tidak tahu apa-apa. Tapi dia sudah dipanggil KPK kemarin. Ditanya tentang kinerja-kinerja saja. Apa kerjanya, itu-itu saja, lainnya tidak ada.
Anda juga beberapa kali diperiksa KPK….
Saya tiga kali diperiksa. Pertama sebagai saksi untuk Pak Anas (Urbaningrum) tentang Hambalang. Itu sudah selesai. Satu untuk Pak Rudi, selesai. Satu lagi untuk mantan Sekjen ESDM. Itu ada tiga orang. Tiga kali saya ke sana berbedabeda masalahnya. Ya, saya tidak tahu. Tapi kan judulnya satu Rudi, satu ESDM. Apakah itu satu kaitan, saya tidak tahu. Apa yang mereka tanyakan, saya jawab.
Rumah Anda juga digeledah KPK….
Kalau itu tindakan prosedural, dilakukan untuk menuntaskan suatu masalah. Kita kan harus kooperatif. Saya kooperatif saja. Kita tunggu saja hasilnya.
Apakah benar Anda meminta KPK menunda penggeledahan?
Saya yang bertanya, apakah bisa menunggu saya, karena istri saya tidak siap, ia ketakutan. Tidak siap dengan begitu itu. Mereka bilang, “Pak, sebenarnya tidak apa-apa. Kami biasa- biasa saja. Bilang sama Ibu, biar Ibu saja yang menemani. Bapak kembali bertugas saja.” “Oh, kalau begitu tidak apa-apa.” Saya lebih baik memimpin Komisi VII, kan. Eh, ternyata di sini (kantor) digeledah juga.
Apakah keluarga masih shock dengan penggeledahan itu?
Shock-nya bukan karena didatangi KPK. Wartawan yang memberitakan yang aneh-aneh, itu yang bikin kita begitu. Coba rumah Anda digitu-gitukan, macam kita teroris juga. Soal rumah itu tidak ada yang saya tutup-tutupi. Tanya teman-teman media lain, satu bus dari DPR, mereka datang ke rumah saya dalam rangka syukuran. Jadi jangan kalian pikir ini diumpet-umpetin. Kan saya bilang di TV, kita shock ketika wartawan ada yang memberitakan bahwa ini hasil korupsi.
Mereka tidak mengerti. Begini, lo, harta saya itu pada 2004 dilaporkan. Waktu itu kan (saya) menjadi caleg, harta itu harus dilaporkan. Lalu mengalami peningkatan (seiring waktu), pada 2008 menurun. Kan orang bertanya, bekerja tapi kok (kekayaan) turun. Orang itu tidak tahu ada dana deposito yang saya ambil, saya cairkan pada 2009. Lalu pada 2010 saya ambil lagi duit dari teman, pinjaman dulu oleh teman-teman kita. Uang itu untuk bangun rumah. Pada 2010 sudah bisa terkumpul, kita bangun. Yang membangun istri saya, arsiteknya istri saya. Yang bangun keponakan saya, jadi bangun sendiri supaya lebih murah. Bukan dikontrakkan atau diborongkan, ternyata kan memang lebih murah.
Yang mendesain semua rumah itu istri Anda sendiri?
Ya, istri saya. Siapa lagi? Dia yang bangun sendiri, beli sendiri. Jadi, kalau kalian tanya, (saya) beli tanah ini kenapa tidak dilaporkan, bagaimana dilaporkan? Beli properti ini harus balik nama dulu. Itu dibeli dulu tanah, harus bangun dulu, baru balik nama. Kalau tidak balik nama, tidak mau dia jual itu. Makanya harus kita bangun. Karena takut nanti jadi apa. Sayang, kan.
Uang untuk membangun rumah di Villa Duta, Bogor, itu juga uang sendiri semua?
Duit dari mana kira-kira. Kau sendiri bilang gede banget. Banyak yang lebih besar di situ. Itu kan 1.000 meter. Ada yang bilang 6.000 meter, itu bohong. Ada kolam renang kalian bilang, itu kolam ikan kecil, mudah-mudahan jadi kolam besar. Jadi itu ceritanya.
Nilai rumah itu berapa?
Istri saya yang tahu. Tahun 2009 beli tanah, 2010 dikumpulkan kekuatan, supaya tidak berutang di tengah jalan. Kalau (rumah) tidak jadi, kan malu kita. 2011 dibangun, pertengahan 2013 selesai, baru ditempati.
Sebelum di rumah mewah Villa Duta itu, Anda tinggal di Babakan Madang, Sentul?
Tidak, saya (tinggal) di Gunung Putri (Bogor). Rumah itu (yang di Babakan Madang) kan begini, rumah di Gunung Putri, sama yang satu lagi, kan sebelum saya jadi anggota Dewan itu sudah ada. Jadi, tahu tidak, saya umur 27 tahun sudah punya rumah di Tebet (Jakarta Selatan). Punya rumah di Yogya. Kerja saya mengumpulkan duit. Kalau ada orang kepepet butuh duit, lantas diagunkan tanahnya, tidak sanggup lagi dia (tebus), kita yang ambil alih, kita yang (lanjut) mencicil.
Kayak yang di Sentul itu kan begitu. Itu saya kredit dari tahun berapa cuma sejuta. Sudah lunas sekarang. Itu dua rumah dijadikan satu. Kalau yang di Villa Duta itu tabungan. Sama ada dana-dana dipinjam sebelum masuk anggota Dewan, tidak dibukukan, kita tarik lagi. Istri saya yang tukang minta agar dikembalikan lagi. Dulu kan katanya mau dicicil (oleh yang meminjam), tapi tidak (dicicil) juga, makanya dikejar sama istri saya. Terkumpul (dana) sampai kira-kira cukup, baru rumah itu kita bangun.
Rumah yang di Sentul itu juga masih punya Anda?
Masih, masih.
Tidak sedang dijual atau disewakan?
Itu sudah ada yang ngontrak, sudah ngontrak sudah selesai, kemudian ya dibisniskan itu. Kan kerja saya, kalau ada duit, buat beli rumah, daripada buat hura-hura, (mending) dikontrakkan. Kan begitu.
Apakah Anda mengancam Karen kalau tidak mau memberi THR?
Kalau itu, tanyakan kepada beliau. Itu lebih bagus daripada tanya kita. Karena kita tidak tahu. Lebih fair kan begitu. Saya tidak tahu, tidak tahu saya. Baru dengar dari kalian soal ini.
Isunya, Anda mengancam akan memecat Karen?
Ah, boro-boro. Kau ini. Hidup kita ini rahmatan lil alamin, keberkahan untuk sekalian alam. Masak ada ancam-ancaman? Bagaimana sih? Insya Allah tidak ada, tidak ada.
Benarkah tidak ada ancaman memecat Karen?
Apa tugas kita? Apa kita bisa memecat orang? Lihat tupoksi (tugas pokok dan fungsi)-nya, apa tugas kita itu, apa kita bisa memecat orang. Lihat tupoksinya, kan tidak ada itu.
Pernah bertemu Karen?
Saya ketemu Bu Karen di sini (DPR), insya Allah tidak ada (ancaman).
Bagaimana menghadapi kondisi saat ini?
Kita pasrah kepada Allah. Kan Tuhan menyatakan, apabila ada orang memfitnah kau, yang kau tidak lakukan, pahala dia ke kita, dosa kita ke dia. Jadi dosa-dosa kita dibersihkan. Tapi saya tidak minta supaya saya difitnah-fitnah untuk dibersihkan dosa-dosa saya. Saya hadapi dengan berserah kepada Allah saja. Oke, clear ya, jangan jadi fitnah.
Belum ada tanggapan untuk "Sutan Bhatoegana: Kerja Saya Mengumpulkan Duit"
Posting Komentar
Kritik dan Saran yang membangun dari Anda sangat KAMI harapkan.
Silahkan isi KOMENTAR anda yang membangun untuk kemajuan dan koreksi di blog ini.
No Sara, No Racism Terima Kasih.