Royalcharter. Pendapa kantor Gubernur Banten tiba-tiba gempar. Gubernur Banten
Ratu Atut Chosiyah menghampiri setiap pejabat yang sedang berada di sana. Ia mengancam mereka agar tidak coba-coba melawannya. Saat itu, sekitar pekan ketiga Oktober 2013,
Komisi Pemberantasan Korupsi mulai mengusik kuasa Atut di
Banten. Lembaga antirasuah itu menangkap adik
Atut, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, terkait kasus dugaan suap terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi
Akil Mochtar dalam penanganan sengketa pemilihan Bupati Lebak, Banten, pada 4 Oktober 2013.
Atut lantas menyusul Wawan untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi pada 11 Oktober 2013. Atut frustrasi, ia tidak mau kuasa yang dikecapnya sejak 2006 terenggut begitu saja. Ia memang tengah diincar KPK. Dua pejabat, Sekretaris Daerah Pemprov Banten Muhadi dan Asisten Daerah III Pemprov Banten Muhammad Yanuar, hanya bisa menundukkan kepala saat berhadapan dengan Atut yang sedang kalap itu. Tangan Atut mengacung-acungkan lembar bukti pembayaran. “Kalian tahu enggak, Rano (Rano Karno) jadi wagub itu Ibu bayar. Jadi, jangan macam-macam!” ujar sumber majalah detik menirukan Atut.
Jika Atut ditetapkan sebagai tersangka, ia tak akan lepas dari penjara. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, tampuk kekuasaan akan beralih ke Rano selaku Wakil Gubernur Banten. Atut tidak rela karena, konon, Rano adalah wagub bayaran. Atut dikabarkan membayar Rano untuk mendampinginya guna memenangi pemilihan Gubernur Banten 2011. Rano punya pesona, Atut punya kuasa. Mereka berpasangan dalam pemilihan gubernur. Atut sadar akan potensi Rano. Ia membeli pesona Rano saat menjabat Wakil Bupati Tangerang.
Uang mahar yang disetorkan Atut tertera dalam bukti pembayaran yang diacung-acungkannya ketika terjadi gegeran di pendapa Gubernur Banten itu, yakni Rp 6,7 miliar. Itu baru uang untuk Rano saja, belum yang diberikan ke partai. Langkah ini jitu. Pasangan Atut-Rano meraup 61 persen suara dalam pilkada yang digelar pada akhir 2011 tersebut. Dua pasangan lainnya, Wahidin Halim-Irna Narulita dan Jazuli Juwaini-Makmun Muzakki, kalah telak.
Kisah Atut membeli Rano tersebut sudah menjadi rahasia umum di Banten. Namun Muhadi menyanggah informasi ini. Ia mengaku tidak tahu-menahu mengenai gegeran di pendapa kantor
Gubernur Banten itu. “Saya enggak pernah lihat. Enggak pernah tahu saya soal itu,” ujarnya ketika dimintai konfirmasi majalah detik secara terpisah. Kabar uang mahar miliaran rupiah ini merebak seperti kentut, baunya tercium tetapi barangnya kasatmata. Para tokoh pendiri
Banten sudah lama membicarakan kabar ini. Tokoh pendiri
Banten, Uu Mangkusasmita, menerima informasi jumlah uang yang diterima Rano sebesar Rp 10-20 miliar. Besaran uang mahar yang sama didengar oleh pendiri
Banten yang lain, Embay Mulya Syarief. Ia menyebutkan mahar ini untuk meminjam figur Rano.
Karena itu, semasa menjabat wakil gubernur, Rano tidak bisa berkutik. “Setelah ada pengumuman menang, Atut tidak pernah menelepon atau apa. Sewaktu pelantikan, dia (Rano) dijemput dan disuruh pulang. Karena apa? Dia itu bayaran,” tuturnya. Ia tidak bisa melacak lebih jauh jumlah pasti uang mahar untuk Rano. Keluarga Atut menyimpan rahasia ini rapat-rapat demi kepentingan politik. Jejak uang mahar juga meninggalkan bau tidak sedap di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi PDIP, Dedi Gumilar alias Miing, merasa sakit hati ketika partainya memutuskan Rano maju sebagai calon wakil gubernur berdampingan dengan Atut dalam pilgub Banten 2011. Pasalnya, Rano sama sekali tidak terdaftar sebagai bakal calon wakil gubernur di PDIP. Ia masih ingat, pembukaan pendaftaran bakal calon Gubernur Banten 2011 diumumkan oleh Tjahjo Kumolo sekitar awal tahun 2011 di kantor Dewan Pimpinan Pusat PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Saat itu Tjahjo masih menjabat Ketua Fraksi PDIP di DPR. Ia duduk berdampingan dengan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri membacakan namanya sebagai kader yang dapat maju dalam pilkada. Beberapa anggota Fraksi PDIP juga disebutkan sesuai dengan daerah pemilihan masing-masing.
Miing pun bergegas menuju kantor Dewan Pimpinan Daerah PDIP Banten untuk mendaftar. Ia membeli formulir pendaftaran sebesar Rp 25 juta dan memenuhi syarat administrasi lainnya. Beberapa hari kemudian, Miing diundang ke DPP PDIP untuk mengikuti fit and proper test. Ia berdampingan dengan tiga kandidat lain, yakni Mulyadi Jayabaya, Jayengrana (Ketua DPD PDIP Banten saat itu), dan Atut. Mereka menjawab pertanyaan dari empat pengurus DPP PDIP, yakni Tjahjo Kumolo, Djarot Syaiful Hidayat, Hasto Kristianto, dan Rano yang berperan sebagai tim seleksi. Sayang, hasil fit and proper test sangat mengecewakan Miing. DPP PDIP memutuskan kader PDIP tidak ada yang maju sebagai calon Gubernur Banten.
DPP memutuskan memasangkan kadernya dengan Atut, yang merupakan kader Partai Golkar. “Setelah itu, keputusan DPP PDIP dibawa ke Rakerdasus DPD PDIP Banten. Di sana langsung diumumkan Rano berpasangan dengan Atut sebagai calon wakil gubernur. Padahal Rano tidak mendaftar sebagai bakal calon. Dia anggota tim seleksi,” ujarnya menyesalkan. Sumber majalah detik di kalangan internal DPD PDIP Banten menyebutkan ada uang yang mengalir dalam pengajuan Rano sebagai pasangan Atut.
Atut mengeluarkan mahar berupa uang, namun jumlah nominal yang mengalir ke Rano tidak lebih dari Rp 1 miliar. Uang ini untuk pegangan dalam masa kampanye. “Kan Rano harus ketemu konstituen dan memberikan sumbangan, apalagi kalau ada kebutuhan untuk belanja atribut. Kan dia butuh uang,” katanya. Selain itu, mahar yang lain langsung jatuh ke tangan partai. Partai politik perlu menggerakkan kadernya untuk mengawasi pilkada, memperbanyak saksi di tempat-tempat pemungutan suara. “Semacam memanasi mesin partailah,” lanjutnya.
Ketua DPD PDIP Banten Ribka Tjiptaning mengaku mendengar isu Rano dibeli itu. Versi mahar itu bermacam-macam. Namun Ribka tidak tahu benar tidaknya isu tersebut. “Ada isu yang menyebutkan Rp 10-20 (miliar), ada yang 5, ada yang 6, mana yang benar saya enggak tahu,” kata Ribka kepada majalah detik. Ribka berharap Rano memberikan bantahan atas cerita yang sudah menjadi rahasia umum di Banten itu. “Seharusnya membantah, supaya tidak dibilang isu. Ini soal nama, lo,” kata Ribka.
Pengamat otonomi daerah dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Syarif Hidayat, menganggap tudingan soal uang mahar kepada Rano dan PDIP itu bukan isapan jempol belaka. Keluarga Atut tidak asing dengan praktek semacam ini. Sumber majalah detik menuturkan adik Atut, Ratu Tatu, juga membeli figur pasangannya dalam Pilkada Kabupaten Serang 2010. Tatu “membeli” Taufik Nuriman. “Bapak tinggal duduk manis, semuanya yang urus adalah Ibu Tatu. Tidak perlu mengeluarkan duit sama sekali,” kisah sumber itu. Syarif yakin Rano “dibeli”. Salah satu indikasinya, PDIP Banten ogah-ogahan memberikan dukungan kepada Rano. Tercatat, PDIP tiga kali bersikap keras terhadap Rano.
Pertama, ancaman pencabutan mandat atas Rano pada Januari 2013. Kedua, tanggapan sinis partai atas ancaman mundur Rano pada Juli 2013. Ketiga, kritik terhadap Rano saat Atut ditahan KPK. Namun Hasto Kristianto membantah kabar soal uang mahar dari Atut ke PDIP. Pengurus PDIP sudah terbiasa menggerakkan mesin secara langsung di lapangan. Bantuan berupa logistik dan uang langsung diserahkan di lapangan.
Selama pemilihan Gubernur Banten, menurut Hasto, PDIP dan pasangan yang diusung bekerja sama secara terkoordinasi. Pasangan Atut-Rano juga memiliki tim sendiri di lapangan, sehingga tidak ada uang Atut yang masuk melalui partai. “DPP PDIP menegaskan bahwa tidak ada dana dari Atut yang masuk ke partai,” ujarnya. Pengacara Atut, Firman Wijaya, mengaku tidak tahu-menahu mengenai perputaran uang kliennya selama kampanye pilgub Banten. Ia khawatir kabar soal uang mahar untuk Rano ini sengaja diembuskan untuk menekan kliennya. Maklum, tekanan politik terhadap Atut sejak berstatus tersangka sangat besar.
Desas-desus uang mahar ini dapat mengancam Rano. Peneliti Indonesia Corruption Watch, Ade Irawan, menganggap Rano terikat sebagai Wakil Bupati Tangerang ketika pilgub Banten digelar. Jika ia menerima uang dalam jumlah besar tanpa melaporkan ke KPK, Rano dapat terjerat pasal suap. “Jadi ada dua, (bila) dia menerima dana dalam jumlah besar dan bila ternyata dana itu berasal dari tindak pidana korupsi,” tuturnya.
Rano sendiri masih menutup akses komunikasi terhadap dirinya. Ia sempat bersedia diwawancarai soal kesiapannya menjadi
Gubernur Banten. Belakangan, ketika majalah detik mendapatkan isu soal mahar yang diberikan kepada Rano dan meminta klarifikasi, ia tidak mau meresponsnya. Beda saat dulu membantah isu dia dibayar Rp 3 miliar oleh Fauzi Bowo, kini Rano memilih menghindar.
Ia tidak mau menemui majalah detik di rumah dinasnya di Serang, Banten, maupun rumahnya di Jakarta. Dihubungi ke nomor teleponnya, Rano juga tidak merespons. Juru bicara Rano, Suti Karno, mengatakan tidak tahu soal isu tersebut. “Kalau Anda tanya begitu, saya juga bingung jawabnya. Saya tidak tahu,” kata Suti.
Belum ada tanggapan untuk "Atut bayar Rano Karno untuk jadi Wagub Banten"
Posting Komentar
Kritik dan Saran yang membangun dari Anda sangat KAMI harapkan.
Silahkan isi KOMENTAR anda yang membangun untuk kemajuan dan koreksi di blog ini.
No Sara, No Racism Terima Kasih.