Bila Bu Wali Masuk Kebun Binatang Maut Wali Kota Risma akhirnya mengelola penuh Kebun Binatang Surabaya. Cemas lahannya berubah jadi mal.
Surat dari Gland, Swiss, itu sampai ke meja Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono pada 5 Desember 2013. Pengirimnya adalah Gerald Dick, Direktur Eksekutif Presiden Asosiasi Kebun Binatang dan Akuarium Dunia (
WAZA), yang mendesak Yudhoyono turun tangan mengatasi kisruh di Kebun Binatang Surabaya. Dua kali Dick melayangkan surat protesnya dan agaknya Yudhoyono gerah. Apalagi sebelumnya media internasional bertubi-tubi memberitakan soal
Kebun Binatang Surabaya.
Puncaknya adalah berita kematian Michael, singa Afrika yang tewas tergantung di kandangnya. Saking parahnya kondisi satwa dan kandang di sana, predikat “kebun binatang terlengkap se-Asia” berubah jadi julukan “
the zoo of death” alias kebun binatang maut. “Istri saya juga kebanjiran SMS sampai tidak bisa tidur,” kata Yudhoyono seperti ditirukan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini seusai rapat di kantor Presiden, Jakarta. “Intinya, SMS itu mengingatkan, luar negeri sudah tahu ada singa yang meninggal di kebun binatang.” Risma, begitu sapaan sang wali kota, diundang Presiden ke Istana bersama Gubernur Jawa Timur Soekarwo. Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan dan Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya juga diajak membahas taman satwa yang berusia hampir seabad itu. Sengkarut yang dibahas di kantor Yudhoyono itu berawal dari konflik pengelola Kebun Binatang Surabaya, yang dimulai sejak 1980-an. Faksi-faksi di dalam Perkumpulan Taman Flora dan Satwa Surabaya sebagai pengelola kebun binatang saling menjatuhkan.
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan para pengelola lebih sibuk berebut pendapatan kebun binatang daripada memikirkan kesejahteraan satwa. “Makanannya dicampur formalin, rumputnya dikasih ndak karu-karuan,” ujarnya. “Mereka saling sikat. Kalau enggak bisa ngelawan, satwanya yang dibunuh.” Zulkifli pun mengutus tim buat memeriksa salah urus kebun binatang itu. Akhirnya pada 2010 Zulkifli mencabut izin pengelolaan dari Perkumpulan Taman Flora dan Satwa Surabaya.
Sebagai gantinya, Zulkifli pada 20 Agustus 2010 membentuk Tim Pengelola Sementara, yang berisi orang kementeriannya serta utusan dari pemerintah Jawa Timur dan Kota Surabaya. Urusan sehari-hari diserahkan kepada perwakilan Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI), yakni Direktur Taman Safari Indonesia Tony Sumampau.
Masuknya Tony tidak serta-merta membuat masalah selesai. Warisan masa lalu, seperti pakan yang tidak terurus, membuat korban terus berjatuhan. Salah satu korbannya Melanie, harimau Sumatera koleksi Kebun Binatang Surabaya, yang pencernaannya rusak karena bertahun-tahun diberi daging berformalin. Geringnya Melanie menjadi perhatian karena Panthera tigris sumatrae seperti dia termasuk kategori sangat terancam punah.
Diungsikan ke klinik hewan Taman Safari di Cisarua, Bogor, hingga kini raja hutan Asia itu hanya bisa mengkonsumsi makanan kucing kalengan. Itu pun harus disuapi pengasuhnya di Taman Safari Indonesia Cisarua. Meski berangsur pulih, Melanie sesungguhnya hanya tinggal menunggu waktu menyusul Kliwon, jerapah yang mati dengan 20 kilogram plastik di perutnya pada 2012. Ada juga seekor cheetah yang mati stres karena kehilangan kaki lantaran dicaplok harimau putih tetangga kandangnya.
Selain mengurusi satwa dan kandangnya, Tim Pengelola Sementara ditugasi Menteri Zulkifli mencari pengelola baru dan investor. Tim sempat membahas pengambilalihan Kebun Binatang Surabaya dengan Wali Kota Surabaya Bambang Dwi Hartono karena tanah kebun binatang itu memang tercatat milik Pemerintah Kota Surabaya.
Namun, belum sempat Bambang menyelesaikan pembentukan badan usaha daerah buat mengurus kebun binatang, dia keburu digantikan Risma. Tim itu pun pada 2010 melobi Risma, tapi kala itu ditolak. “Aku ndak mau. Ngapain ngurusin binatang, ngurusin manusia saja durung iso (belum bisa),” kata Risma. Darori, yang saat itu menjabat Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan, bercerita, dia mengusulkan agar harga tiket masuk tidak dinaikkan. Agar Kebun Binatang Surabaya tidak bangkrut, Darori dan tim mengusulkan pembangunan tempat bisnis, seperti restoran, buat menyubsidi tiket.
Pakar satwa liar Institut Pertanian Bogor, Hadi S. Ali Kudra, membenarkan adanya usulan itu. Hadi, yang masuk Tim Evaluasi Kesehatan dan Pengelolaan Kebun Binatang Surabaya, mengatakan sempat ada usulan pendirian bisnis penunjang buat tambahan pemasukan. “Tapi kami usulkan itu ada di luar area kebun binatang,” ujarnya. Namun seorang sumber majalah detik yang mengetahui pertemuan itu menyebutkan versi yang berbeda. Para tetamu itu malah menyarankan kebun binatang ditutup saja karena hewannya banyak yang mati. Bahkan, kata dia, mereka menyatakan sudah ada investor yang masuk. “Katanya investornya pengusaha properti besar dari Jakarta,” ujarnya.
Mendengar itu, kata dia, Risma pun berang. Sumber tadi bercerita Risma mencak-mencak kepada para tamunya. “Heh, Pak, ini untuk konservasi. Ndak, ndak bisa!” kata sumber itu menirukan ucapan Risma . “Kalau sudah ndak bisa, serahkan saja ke Pemkot, saya kelola!” Ketika dimintai konfirmasi, Risma membenarkan pernah marah seperti itu. “Saya ndak pernah semarah itu sebelumnya,” kata Risma.
Risma mengatakan orang Surabaya tidak akan pernah lupa dengan upaya tukar guling tanah kebun binatang jadi pusat belanja. Pada 1996, pengusaha properti Ciputra berniat menukarnya dengan lahan mereka, Jurang Kuping, Surabaya. Namun usulan yang dibahas sampai tingkat menteri itu mental karena Pemerintah Provinsi Jawa Timur menolaknya. Tony membantah dia mengusulkan pembangunan mal. “Silakan lihat rekomendasi desain saya. Apakah ada hotel? Apakah ada mal? Kelihatan ya tidak ada,” kata Tony. Soal restoran, menurut dia, harus ada. Namun Tony me-nyarankan agar tidak dikelola karyawan seperti warung tenda yang dulu dipegang keluarga pegawai.
Menteri Zulkifli membela Tim Pengelola Sementara. “Tony justru kami taruh supaya mencegah itu jadi mal,” kata Zulkifli. Menurut Hadi, sejak pertemuan itu, Risma dan Tim Pengelola Sementara pecah kongsi. Hadi, yang mengenal Risma jauh sebelum menjabat wali kota, mencoba menjembatani kedua pihak namun gagal karena Risma keburu mutung. Risma bahkan sempat mengancam akan mengambil paksa tanah Kebun Binatang Surabaya kalau pengelolaan tidak diserahkan kepada Pemerintah Kota Surabaya. Namun Kementerian Kehutanan meminta Risma mengajukan proposal pengelolaan sesuai dengan prosedur jika ingin “memegang” Kebun Binatang Surabaya.
Risma pun mulai mendirikan unit pelaksana teknis daerah sebagai badan pengelola kebun binatang. Namun unit pelaksana itu ditolak Kementerian karena minimal harus berbentuk badan usaha milik daerah. Risma tahu saat itu langkahnya diperlambat karena mendirikan perusahaan daerah mesti lewat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Surabaya. Tapi dia maju terus dan akhirnya semua pengurusan kelar dan izin pengelolaan terbit pada Juli 2013.
Langsung Risma membawa anak buahnya masuk Kebun Binatang Surabaya. Sejak itulah polemik antara Risma dan Tony Sumampau makin kencang. Dualisme pengelolaan memang terjadi karena, meski memegang izin pengelolaan, Risma tidak bisa mengurusi hewan. Izin konservasi buat mengurusi satwa masih dipegang Kementerian Kehutanan, yang sehari-harinya dijalankan oleh Tony.
Yang bikin Risma kesal, Tim Pengelola Sementara nyelonong mengangkut dua kudanil ke kebun binatang lain tanpa sepengetahuannya. Risma membawa masalah pemindahan hewan itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi pada Senin, 20 Januari 2014. “Ini kan ada kekuatan besar di baliknya,” kata Risma. “Kalau saya tidak lapor ke KPK, ini tidak akan berhenti-berhenti.” Risma punya senjata lain buat melancarkan masuknya Pemerintah Kota ke Kebun Binatang Surabaya. Ada rekomendasi BPK yang menyebut potensi kerugian negara jika Pemerintah Surabaya, sebagai pemilik lahan taman satwa, tak mengelola aset dan pendapatan dari sana. Ini menguatkan posisi tawar Risma di hadapan pemerintah pusat.
Sehari setelahnya, Risma menemui Presiden Yudhoyono. Rapat di kantor Yudhoyono itu meluluskan permintaan Risma atas kuasa penuh di Kebun Binatang Surabaya. “Izin definitif dalam minggu ini akan kita serahkan kepada Wali Kota,” kata Menteri Zulkifli seusai rapat itu. Risma menegaskan pihaknya tidak mau mengambil apa-apa dari KBS. Kalaupun ada pemasukan, itu semua buat kesejahteraan hewan dan duitnya diputar lagi buat investasi dan pengembangan internal. “Kami berharap tempat itu kembali jadi kebanggaan Surabaya.”
Ke depan, masih ada tantangan yang harus dihadapi Risma. Perkumpulan Taman Flora dan Satwa Surabaya tengah mengajukan gugatan agar bisa mengelola kembali kebun binatang. Risma juga harus menghadapi karyawan yang mungkin masih bersimpati terhadap pengurus lama. Namun Menteri Zulkifli menyatakan siap membantu Risma menghadapi gugatan. Pemerintah pusat juga mendorong Risma memutasi semua karyawan lama demi memutus rantai konflik.
Satu poin kesepakatan lain di kantor Presiden adalah Risma harus memindahkan satwa yang jumlahnya berlebih. Zulkifli mengatakan, Risma juga diminta mengaudit satwa yang ada. “Kalau kelebihan, tua, dan sakit tentu akan dirawat atau dipindahkan ke lembaga konservasi yang punya izin,” kata Zulkifli. Kubu PKBSI sudah menanti satwa-satwa itu. Ketua Umum PKBSI Rahmat Shah mengatakan kebun binatang akan sulit berkembang tanpa organisasinya.
Belum ada tanggapan untuk "The zoo of death: kebun binantang Surabaya"
Posting Komentar
Kritik dan Saran yang membangun dari Anda sangat KAMI harapkan.
Silahkan isi KOMENTAR anda yang membangun untuk kemajuan dan koreksi di blog ini.
No Sara, No Racism Terima Kasih.