Piala Dunia 2014 membawa berkah bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia. Pesta sepak bola terbesar sejagat itu membuat perusahaan garmen lokal kebanjiran order ekspor, terutama untuk produk aparel. Hingga semester I- 2014, ekspor produk aparel diperkirakan naik 15% menjadi US$ 3,5 miliar.
Dari jumlah itu, sebanyak 10-15% atau senilai hingga US$ 525 juta (setara Rp 6 triliun) merupakan ekspor kostum (jersey) tim sepak bola yang berlaga di Piala Dunia. Industri hulu TPT juga kecipratan efek positif Piala Dunia. Ini terlihat pada peningkatan produksi serat poliester sebesar 3%. Tahun ini, ekspor TPT diperkirakan tumbuh 7% menjadi US$ 13,5 miliar, dari tahun lalu US$ 12,6 miliar. TPT merupakan salah satu produk manufaktur unggulan Indonesia di pasar ekspor.
Demikian rangkuman pendapat Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat Sintetis Indonesia (Apsify) Redma Gita Wirawasta, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat, dan Wakil Presiden Direktur PT Pan Brothers Tbk (PBRX) Anne Patricia Sutanto. Mereka dihubungi secara terpisah di Jakarta.
Ade Sudrajat menerangkan, efek Piala Dunia terhadap ekspor TPT cukup besar. Sebab, beberapa kostum dan jaket tim yang berlaga di Piala Dunia diproduksi di Indonesia. Saat ini, Indonesia dipercaya dua raksasa aparel dunia, Nike dan Adidas, sebagai salah satu basis produksi. “Ekspor TPT hingga Mei cukup bagus. Ada peningkatan sekitar US$ 500 juta menjadi US$ 4,8 miliar. Salah satu faktor pemicunya adalah digelarnya Piala Dunia,” kata Ade. Menurut Ade, order jersey kebanyakan diraih perusahaan-perusahaan garmen besar. Alasannya, mereka telah lama menjalin hubungan bisnis dengan prinsipal.
Untuk menyongsong Piala Dunia, dia menuturkan, perusahaan garmen memacu volume produksi dan mengubah model jersey sesuai dengan arahan prinsipal. Perusahaan juga memodifikasi jersey dengan menambahkan nomor punggung. “Ekspor jersey banyak menyasar ke Eropa dan Amerika Latin, karena sepak bola sangat populer di dua wilayah tersebut,” tegas Ade. Dalam pandangan Ade, industri TPT nasional belum maksimal menggarap potensi pasar jersey Piala Dunia. Seharusnya, peningkatan ekspor hingga Mei 2014 bisa menembus US$ 1 miliar, jika industri TPT lokal mampu bersaing di pasar global.
Namun faktanya, kata Ade, daya saing industri TPT nasional masih rendah dan kalah dari negara tetangga seperti Vietnam. Di negara itu, biaya produksi TPT lebih rendah, sehingga prinsipal lebih memilih memberikan tambahan order. “Ada banyak rintangan di Indonesia yang diciptakan sendiri oleh pemerintah, seperti kenaikan tarif listrik industri belum lama ini. Hal itu jelas menggerus daya saing industri TPT,” tegas dia.
Reda Gita Wirawasta menambahkan, order ekspor aparel mulai menggeliat sejak akhir kuartal I tahun ini dan terus berlanjut hingga semester I. Prinsipalnya adalah Nike dan Adidas. “Dua perusahaan itu mengorder jaket dan jersey pria, perempuan, hingga anak-anak. Ini menguntungkan pemain garmen lokal yang punya kontrak bisnis dengan mereka,” papar Redma.
Industri Hulu
Tingginya order ekspor garmen, kata dia, mendongkrak produksi di industri hulu, seperti serat poliester nasional. Pertumbuhan produksinya mencapai 3% hingga Juni 2014. Poliester merupakan salah satu serat buatan manusia (sintetis) yang dihasilkan dari monoetilena glikol (MEG) dan asam tereftalat yang dimurnikan (purified terephthalic acid/PTA). MEG dihasilkan dari etilena, sedangkan PTA merupakan produk turunan paraksilena, yang dihasilkan dari pengolahan kondensat. Poliester digunakan untuk memproduksi benang. Dia menegaskan, produksi benang juga meningkat. Pertumbuhan terbesar dicetak benang filamen, yakni berkisar 5-7%. Benang jenis ini digunakan untuk memproduksi jersey, karena lebih berkilau.
Benang filamen dihasilkan dari pengolahan chip poliester. Adapun benang biasa merupakan hasil pencampuran poliester dengan kapas dan serat rayon. Hingga akhir tahun, dia menegaskan, produksi serat sintetis diperkirakan naik menjadi 700.000 ton dari tahun lalu 585 ribu. Kap a s i tas produksi terpasang industri poliester nasional mencapai 800.000 ton per tahun.
Dia menilai, sebagian perusahaan pemintalan benang (spinning) masih menggunakan serat impor untuk keperluan produksi. Adapun di sektor pertenunan (weaving), sebagian perusahaan garmen lebih memilih menggunakan kain impor, karena harganya lebih murah dibanding lokal.
Keadaan itu, kata dia, dipicu besarnya order kain impor. Dengan volume tinggi, harga jual otomatis dapat ditekan. Selain itu, mutu kain impor lebih baik lantaran didukung riset dan pengembangan (R&D) yang kuat. “R&D kita kalah dari Korea Selatan dan Tiongkok. Peran pemerintah sangat diperlukan untuk memperkuat R&D industri TPT,” papar dia.
Gita memperkirakan harga poliester berpotensi menguat tahun ini, seiring digelarnya Piala Dunia. Saat ini, harga poliester berkisar US$ 1,4-1,5 per kilogram (kg).
Kiprah Pan Brothers
Sementara itu, Anne Patricia Sutanto menuturkan, Pan Brothers mulai menuai order ekspor Piala Dunia sejak tahun lalu. Alhasil, penjualan pada 2013 naik 18,5% menjadi US$ 339 juta dari 2012 sebesar US$ 286 juta. Laba bersih naik dari US$ 6,9 juta menjadi US$ 10,4 juta. “Per Desember 2013, kapasitas terpasang perseroan mencapai 42 juta potong per tahun. Dari kapasitas itu, memang ada alokasi khusus untuk Piala Dunia,” kata Anne.
Pan Brothers adalah perusahaan garmen terbesar yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Perseroan mendapatkan order dari prinsipal garmen dan aparel global seperti Adidas, Nike, Spyder, Lacoste, Nautica, dan Calvin Klein Jeans. Sumber:SP
Belum ada tanggapan untuk "Piala Dunia 2014 membawa berkah bagi industri tekstil Indonesia"
Posting Komentar
Kritik dan Saran yang membangun dari Anda sangat KAMI harapkan.
Silahkan isi KOMENTAR anda yang membangun untuk kemajuan dan koreksi di blog ini.
No Sara, No Racism Terima Kasih.