Dilema smelter, pemerintah menetapkan kuota ekspor konsentrat tembaga untuk
PT Freeport Indonesia dan
PT Newmont Nusa Tenggara (
NNT) tahun ini masing-masing 600.000 ton dengan nilai US$ 1,065 miliar dan 250.000 ton senilai US$ 443,75 juta.
Kuota ekspor diberikan setelah kedua perusahaan itu berkomitmen membangun pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) di dalam negeri serta membayar uang jaminan masing-masing US$ 115 juta dan US$ 25 juta. Namun, untuk mendapatkan surat persetujuan ekspor (SPE), kedua perusahaan harus terlebih dahulu menyepakati seluruh poin renegosiasi kontrak karya (KK).
Menko Perekonomian Chairul Tanjung mengatakan, Freeport sudah menyampaikan komitmen membangun smelter, sedangkan Newmont akan bekerja sama dan memanfaatkan smelter yang dibangun Freeport. “Diharapkan smelter rampung pada 2017,” kata dia usai rapat koordinasi (rakor) mengenai kebijakan minerba, di Kantor Kementerian Perekonomian,
Jakarta, Rabu (28/5). Chairul menambahkan, perbedaan jumlah uang jaminan antara Freeport dan Newmont disebabkan perbedaan kapasitas produksi mereka. Adapun, penerbitan izin ekspor tidak tergantung komitmen kedua perusahaan tersebut membangun smelter. “Pemberian izin ekspor tergantung Freeport, dan Newmont menyepakati seluruh poin renegosiasi. Tadi sudah disepakati,” ujar dia.
Menurut Chairul, sekarang ini ‘bola’ ada di tangan Freeport dan Newmont untuk menyelesaikan perjanjian renegosiasi dengan Pemerintah RI. Tahapan berikutnya dilakukan setelah renegosiasi rampung. Semua progres ini akan dilaporkan ke Presiden terus-menerus. “Ini semua akan disampaikan ke Presiden pada Jumat (30/5), di Istana Cipanas,” tegas dia.
Chairul Tanjung menuturkan, pemerintah akan memberikan insentif kepada Freeport dan Newmont dalam bentuk pengurangan bea keluar (BK) yang akan dituangkan dalam peraturan menteri keuangan (PMK). Namun, dia tidak menjelaskan besaran pengurangannya. PMK tersebut, kata dia, bakal terbit setelah Freeport dan Newmont menyetorkan jaminan kesungguhan dan menyelesaikan renegosiasi. “Pimpinan Freeport berencana datang ke Indonesia minggu depan untuk membahas hal ini,” ujar dia.
Chairul juga menegaskan, Kementerian Keuangan tidak akan merevisi PMK No 6/PMK 011/2014 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar Barang Mineral. “PMK itu untuk memaksa perusahaan pertambangan membangun smelter, bukan sebagai penerimaan negara,” jelas dia. Menko Perekonomian mengungkapkan, setelah kedua persyaratan rampung, agenda itu akan dibawa ke sidang kabinet terbatas untuk diputuskan mengenai besaran insentif BK dan izin ekspornya. “Begitu mereka setor jaminan dan renegosiasi selesai, ini akan dibawa ke sidang kabinet terbatas dan segera diputuskan,” papar dia.
Dia menegaskan, dalam renegosiasi nantinya tidak ada pembahasan mengenai perpanjangan kontrak. Itu karena permohonan perpanjangan dapat diajukan dua tahun sebelum masa kontrak berakhir. Kontrak Freeport berakhir pada 2021, sedangkan Newmont pada 2030. Menurut dia, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak memiliki kewenangan memutuskan perpanjangan kontrak tersebut. Alhasil, kesepakatan renegosiasi yang tercapai akan dituangkan dalam sight letter, karena terlalu lama apabila dilakukan amendemen kontrak. Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik menuturkan, BK yang dikenakan kepada perusahaan tambang akan semakin rendah apabila smelter sudah bisa berproduksi. Namun, tanpa menyebutkan besarannya, dia menyatakan ada pihak independen yang akan mengawasi proses pembangunan smelter. Wacik menegaskan, BK akan dinaikkan apabila pembangunan smelter tidak sesuai dengan rencana kerja yang diajukan. Uang jaminan kesungguhan membangun smelter menjadi milik pemerintah apabila tidak ada kemajuan pembangunan smelter.
Menteri Perindustrian MS Hidayat menambahkan, penurunan BK akan berlaku selama tiga tahun sampai 2017. Penurunannya dilihat berdasarkan perkembangan smelter. Jika tahun ini dimulai pembangunan maka BKnya akan diturunkan, dan memasuki tahun kedua akan turun lagi. “Jika pada 2017 smelternya selesai maka BK-nya nol. Jika proses pembangunannya tidak selesai maka BK-nya dinaikkan dan uang jaminan diambil pemerintah,” ujar Hidayat. Sementara itu, Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM R Sukhyar mengatakan, pihaknya akan menerbitkan rekomendasi ekspor bagi empat perusahaan pertambangan, yakni Freeport, Newmont, PT Sebuku Iron Lateritic Ores, dan PT Lumbung Mineral Sentosa.
Berkomitmen
Di tempat yang sama, Presiden Direktur Free-port Indonesia Rozik Soetjipto membenarkan bahwa pihaknya berkomitmen membangun smelter. Dia memaparkan, smelter tembaga akan dibangun di Gresik, Jawa Timur berkapasitas produksi 400.000 ton per tahun dengan nilai investasi US$ 2,3 miliar. Smelter ini membutuhkan bahan baku 1,6 juta ton konsentrat tembaga. Groundbreaking pembangunan smelter ini dijadwalkan pada semester II tahun ini. Untuk membangun smelter tersebut, Freeport akan menggandeng PT Antam Tbk. Namun, Rozik belum mau membeberkan lebih lanjut mengenai model kerja sama dengan Antam. “Sekarang (pembangunan smelter) tanggung jawab kami, sambil menyelesaikan pembicaraan dengan Antam,” jelas dia. Presiden Direktur Newmont Nusa Tenggara (NNT) Martiono Hadianto juga memaparkan kesediaannya bekerja sama dengan Freeport. Namun, dia enggan menjelaskan besaran pasokan konsentrat ke smelter tersebut. Martiono berharap pemerintah segera menerbitkan izin ekspor agar keputusan manajemen untuk merumahkan 80% karyawannya tidak terjadi. Sumber:SP
Belum ada tanggapan untuk "Freeport dan Newmont Komit wajib bangun Smelter"
Posting Komentar
Kritik dan Saran yang membangun dari Anda sangat KAMI harapkan.
Silahkan isi KOMENTAR anda yang membangun untuk kemajuan dan koreksi di blog ini.
No Sara, No Racism Terima Kasih.