Salah satu faktor pemicu utama tingginya
nilai impor adalah peningkatan impor telepon seluler (ponsel) sebesar 58,9% dari US$ 209 juta menjadi US$ 332,1 juta. Akibat
nilai impor yang tinggi,
neraca perdagangan Indonesia mencatat defisit sebesar US$ 1,96 miliar pada April 2014. Informasi ini dikutif
royalcharter dari
suara pembaharuan. Defisit terjadi karena nilai ekspor mencapai US$ 14,29 miliar, sedangkan impor sebesar US$ 16,26 miliar. “
Nilai defisit pada April sebesar US$ 1,96 miliar termasuk defisit tertinggi. Setelah dua bulan mengalami surplus, pada April neraca perdagangan mengalami defisit,” ujar
Kepala Badan Pusat Statistik (
BPS) Suryamin dalam acara konferensi pers, di Gedung BPS, Jakarta.
Nilai impor April 2014 yang mencapai US$ 16,26 miliar mencatat kenaikan 11,93% jika dibandingkan Maret 2014. Tingginya nilai impor disebabkan naiknya nilai impor nonmigas sebesar 19,32% atau mencapai US$ 12,56 miliar, sedangkan impor migas pada April turun 7,55% atau mencapai US$ 3,7 miliar. Nilai impor terbesar adalah golongan barang mesin dan peralatan mekanik dengan nilai US$ 2,35 miliar.
Menurut Suryamin, defisit pada April 2014 sebesar US$ 14,29 miliar, turun 3,16% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (yoy). Sedangkan dibandingkan bulan sebelumnya turun 5,92%.
Sementara itu, impor pada April 2014 sebesar US$ 16,26 miliar, atau turun 1,26% yoy. Sedangkan dibandingkan bulan sebelumnya terjadi kenaikan 11,93%.
Sebelumnya, BPS mencatat neraca perdagangan Maret 2014 surplus sebesar US$ 673,2 juta dan Februari surplus US$ 785,3 juta. Akumulasi impor sepanjang Januari-April 2014 adalah US$ 59,49 miliar, turun 4,23% dibandingkan periode sama tahun lalu. Impor non migas turun 4,64% menjadi US$ 44,79 miliar.
Menurut Suryamin, nilai impor terbesar adalah golongan barang mesin dan peralatan mekanik dengan nilai US$ 2,35 miliar. Negara-negara pemasok barang impor nonmigas terbesar adalah Tiongkok dengan nilai US$ 2,86 miliar, Jepang US$ 1,62 miliar, dan Singapura US$ 0,96 miliar.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo menjelaskan, impor tertinggi terjadi pada jenis peralatan mesin dan listrik terutama laptop dan ponsel.
Menurut dia, meningkatnya impor ponsel disebabkan munculnya wacana pemerintah yang berencana memberlakukan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Ini menyebabkan para pemasok atau produsen segera mengimpor handphone dan laptop dalam jumlah banyak karena ingin memanfaatkan momentum sebelum pemberlakuan kebijakan tersebut. Selain itu, kenaikan impor juga dipicu oleh bahan baku makanan seperti susu dan mentega menjelang bulan puasa dan lebaran tahun ini.
Dari sisi ekspor, Suryamin menjelaskan, nilai ekspor Indonesia pada April 2014 yang mencapai US$ 14,29 miliar mengalami penurunan sebesar 5,92% jika dibandingkan nilai ekspor Maret 2014 yang mencapai US$ 15,19 miliar.
Penurunan itu disebabkan ekspor nonmigas yang turun sebesar 7,09% dari US$ 12,55 miliar pada Maret menjadi US$ 11,66 miliar. Ekspor migas juga turun sebesar 0,35% dari US$ 2,64 miliar pada Maret menjadi US$ 2,63 miliar.
Secara bulanan, penurunan terbesar ekspor nonmigas terjadi pada komoditas lemak dan minyak hewan/nabati sebesar 45,02%, dari US$ 2,03 miliar menjadi US$ 1,12 miliar. Salah satu komponen dengan penurunan tertinggi adalah komoditas crude palm oil (CPO). Harga CPO dalam beberapa waktu terakhir turun cukup signifikan sehingga komoditas andalan Indonesia setelah mineral ini memberi dampak besar bagi neraca perdagangan. “Paling besar itu adalah CPO, turun dari 8,27 juta ton menjadi 7,52 juta ton atau 9,03%. Kemudian harganya juga turun,” ungkap Suryamin.
Kelompok selanjutnya yang mengalami penurunan cukup tajam adalah permata dan perhiasan. Terjadi penurunan 23,15% dari US$ 441,7 juta menjadi US$ 339,4 juta. Kemudian kendaraan dari US$ 472,6 juta menjadi US$ 411,5 (13%), dan bahan bakar mineral dari US$ 2,06 miliar menjadi US$ 1,8 miliar (9,78%). “Tapi ada peningkatan untuk kelompok alas kaki sebesar 30%, dari US$ 277 juta menjadi US$ 358,7 juta,” ujar dia.
Bisa Berlanjut
Dihubungi secara terpisah, ekonom senior Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan dan Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, defisit neraca perdagangan bisa berlanjut hingga akhir triwulan II- 2014.
Meski demikian, pada semester II-2014 kemungkinan besar akan terjadi perbaikan ekonomi global, terutama Amerika Serikat (AS) dan Eropa, yang diharapkan bisa mendongkrak permintaan ekspor komoditas dan nonkomoditas. Fauzi Ichsan mengungkapkan, defisit perdagangan pada April 2014 disebabkan karena turunnya ekspor akibat penurunan harga komoditas.
Saat ini, ekspor Indonesia sebanyak 60% masih berbasis komoditas.
Ekspor CPO cenderung menurun karena harga CPO kembali menuju level normal seiring membaiknya kondisi iklim di Malaysia yang membuat panen CPO melimpah.
Di sisi lain, ekspor energi juga merosot karena adanya larangan ekspor bahan mineral mentah yang bisa menurunkan penerimaan sampai US$ 3-4 miliar per tahun. Kebijakan energi AS juga telah memelorotkan harga komoditas berbasis energi di pasar global. “Pada semester II-2014 baru akan ada perbaikan. Untuk menggenjot ekspor sebagai solusi memang bisa dilakukan tapi meski agak sulit, cara lain tentunya dengan mengerem impor,” ungkap Fauzi Ichsan.
Menurut dia, untuk mengatasi defisit, selain mengerem impor yang bisa dilakukan pemerintah adalah menaikkan harga
bahan bakar minyak (
BBM) meski kebijakan ini merupakan pilihan sulit bagi pemerintah. Selain itu, pemerintah bisa mencabut larangan ekspor bahan tambang mineral mentah.
Agar dongkrak pertumbuhan ekonomi BI rate harus diturunkan. Sumber:SP
Belum ada tanggapan untuk "Berakhirnya trend surplus neraca perdagangan Indonesia"
Posting Komentar
Kritik dan Saran yang membangun dari Anda sangat KAMI harapkan.
Silahkan isi KOMENTAR anda yang membangun untuk kemajuan dan koreksi di blog ini.
No Sara, No Racism Terima Kasih.