KPK menggelar penyelidikan terkait penyelenggaraan ibadah haji. Pengelolaan bunga dana haji juga rawan penyimpangan. Jumlahnya saat ini mencapai Rp 2,7 triliun, dan terus meningkat setiap tahunnya.
Suara Sufiati terdengar lesu ketika menceritakan soal biaya pemberangkatan ibadah haji yang ia cicil sejak 2012 lalu. Wanita berusia 58 tahun ini ingat, bagaimana ia dan suaminya berjuang keras melunasi biaya menjalankan rukun Islam kelima ini, tapi tidak tahu persis peruntukannya. Saat mendaftar, calon jemaah haji asal Blora, Jawa Tengah, itu datang ke bank yang ditunjuk pemerintah untuk membayar sebesar Rp 10 juta.
Selanjutnya, dalam lima bulan berturut-turut, ia mencicil setoran biaya haji hingga lunas, totalnya Rp 64 juta untuk dua orang. “Katanya, jika tidak setor Rp 25 juta (biaya awal), kita tidak dapat kursi. Jadi sekalian saya bayar tidak sampai setahun."
Sufiati dan suami akhirnya dijadwalkan berangkat pada 2017 mendatang. Tapi, lagi-lagi ia harus menyiapkan dana. Saat melunasi biaya haji, petugas mengingatkan pasangan itu untuk menyiapkan duit masing-masing Rp 10 juta saat berangkat nanti. “Dibayar setelah manasik haji,” ujarnya. Sufiati tak tahu untuk apa saja uang Rp 25 juta yang harus dibayarkan di awal, jauh hari sebelum ia berangkat haji itu. Begitu pun uang yang harus disetor menjelang keberangkatan.
Yang ia tahu, duit Rp 10 juta itu untuk keperluan administrasi. Seiring dengan kebingungan Sufiati, dan mungkin banyak calon jemaah haji lain,
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini tengah menggelar penyelidikan terkait penyelenggaraan ibadah haji. Lembaga antirasuah itu menduga ada penyelewengan dalam pengelolaan dana umat tersebut.
Namun KPK belum menyentuh soal setoran dana haji, yang jumlahnya mencapai triliunan rupiah. Menurut juru bicara KPK Johan Budi, pihaknya masih berfokus menyelidiki dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa dalam penyelenggaraan haji, yang nilainya lebih dari Rp 100 miliar. “Jadi yang diusut itu penyelenggaraan haji (periode) 2012-2013,” tutur Johan di kantornya, Senin, 10 Februari lalu. “Bukan dana setoran haji, tapi tidak berarti tidak bisa dikembangkan ke sana.”
Itulah mengapa KPK mulai meminta keterangan beberapa pihak, seperti anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat, yang menangani masalah haji. Mereka antara lain Ketua Komisi VIII Jazuli Juwaini, dan anggota, Hasrul Azwar. Penyelidikan KPK juga didukung laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), yang menemukan adanya dugaan transaksi mencurigakan di rekening sejumlah pejabat, baik di Kementerian Agama maupun dewan. “Ada itu (transaksi mencurigakan). Cuma, berapa nominal dan ke mana, saya no comment,” ucap Ketua PPATK, M. Yusuf.
Lembaganya sudah menyerahkan Laporan Hasil Analisis (LHA) kepada KPK. Inspektur Jenderal Kementerian Agama, Mochammad Jasin, mengatakan, berdasarkan laporan PPATK, ada sejumlah pejabat di antaranya berinisial AR, FR, dan HWN, yang diduga memiliki transaksi mencurigakan. Sejauh ini, inspektorat masih melakukan pengawasan internal sembari berkoordinasi dengan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU).
Jasin mengakui penyelenggaraan ibadah haji rawan penyelewengan. Termasuk setoran dana haji dari calon jemaah, yang disimpan di bank hingga berbunga. Jumlahnya mencapai triliunan rupiah. “Dugaan penyelewengannya, ada yang digunakan untuk beli mobil dan rumah mewah,” kata Jasin kepada majalah detik.
Firdaus Ilyas, peneliti Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran Indonesia Corruption Watch (ICW), mengatakan, pemerintah sering tidak transparan terkait dana haji. Mereka hanya mewajibkan membayar tanpa memberitahu apa saja hak jemaah. “Selama ini, jemaah hanya beranggapan bahwa yang harus dibayarkan merupakan kewajiban. Sementara, hak-hak dasar jemaah terabaikan karena tidak adanya transparansi keuangan dana haji,” ujarnya secara terpisah.
Jika Kementerian Agama terbuka dan memisahkan komponen mana yang harus dibayar jemaah dan mana yang merupakan tanggung jawab pemerintah, Firdaus memperkirakan biaya haji tak sebesar sekarang, yang mencapai lebih dari Rp 30 juta per calon jemaah.
Menurut dia, selama ini semua komponen penyelenggaraan haji, mulai dari biaya akomodasi, makan, seragam, honor untuk petugas, dan petugas musiman sebanyak 3.500-4.000 orang, dibebankan kepada calon jemaah. “Nominalnya bisa Rp 180-200 miliar sekali berangkat haji.” Padahal, seharusnya instrumen penyelenggaraan haji ditanggung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Begitu juga soal penggunaan bunga bank yang diperoleh dari simpanan dana yang disetorkan calon jemaah. Kementerian Agama menggunakannya untuk, semisal, membayar honor petugas musiman. Itu pun dengan standar mereka. Selama dua bulan di Mekah, petugas musiman yang datang lebih dulu dan pulang paling akhir bisa membawa pulang honor sebesar Rp 60-90 juta. “Jadi, selain berkeringat mendanai keberangkatannya sendiri, jemaah dibebani membayar honor petugas yang angkanya fantastis,” tutur Firdaus, seraya mengusulkan, bunga dari dana haji juga ditempatkan di APBN untuk mengeliminasi terjadinya penyimpangan.
Menteri Agama Suryadharma Ali sendiri mengaku belum mengetahui arah penyelidikan KPK. Namun ia mengklaim penyelenggaraan haji maupun pengelolaan dananya berjalan baik. “Mudah-mudahan ini tidak subjektif,” ucapnya saat ditemui majalah detik di kantornya, Selasa 11 Februari lalu. Misalnya, kata Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan ini, banyak komponen biaya yang tak lagi dibayar jemaah. Seperti biaya asuransi Rp 100 ribu, paspor Rp 255 ribu, biaya makan di asrama haji di Jeddah, Arafah, Mina, Madinah, hingga kembali ke Jeddah, kini gratis.
Begitu pun dengan ongkos transportasi lokal dan pelayanan umum yang harus dibayarkan ke pemerintah Arab Saudi sebesar US$ 277. Tinggal dua komponen saja yang masih dibayar oleh jemaah, yakni tiket dan pemondokan. Menurut Surya, biaya pemondokan pun disubsidi. Pada 2012, besarnya subsidi sebesar 650 riyal, dan pada 2013 mencapai 1.850 riyal.
Subsidi itu bukan berasal dari APBN, melainkan dari bunga uang jemaah yang disimpan di bank selama bertahun-tahun. Bunga yang didapat ini terus meningkat setiap tahunnya, seiring semakin banyaknya pendaftar. “Pernah Rp 1,7 triliun, kemudian naik Rp 2,3 triliun. Sekarang, kalau enggak salah Rp 2,7 triliun,” kata pria yang diusung oleh partainya sebagai kandidat calon presiden ini. Namun
Suryadharma Ali mempersilakan KPK menggelar penyelidikan agar semuanya terang-benderang.
Suryadharma Ali menegaskan penyelenggaraan haji sudah dilakukan secara transparan.
Belum ada tanggapan untuk "Ke Mana Dana Haji Mengalir"
Posting Komentar
Kritik dan Saran yang membangun dari Anda sangat KAMI harapkan.
Silahkan isi KOMENTAR anda yang membangun untuk kemajuan dan koreksi di blog ini.
No Sara, No Racism Terima Kasih.