Rembesan gula rafinasi ke pasaran umum selalu terjadi setiap tahun dan biasanya terjadi mulai menjelang Ramadan sampai Lebaran karena kebutuhan gula saat itu cukup tinggi.
Di tingkat eceran memang harga gula rafinasi dan gula lokal tidak banyak berbeda, bahkan konsumen jutsru lebih memilih gula rafinasi karena tampilan yang lebih bersih, walaupun gula lokal sedikit lebih manis.
Peredaran gula rafinasi hampir merata di sejumlah daerah mulai Sumatra dan Jawa, termasuk daerah perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan.
Bahkan, Menteri Pertanian Suswono menemukan pedagang yang menjual gula rafinasi di Pasar Cipanas, Cianjur, Jawa Barat. Mentan akan segera menindaklanjuti temuan gula rafinasi itu dengan melaporkannya kepada Kementerian Perdagangan.
Asosiasi Pengusaha Gula Terigu Indonesia (APEGTI) juga meminta Kementerian Perdagangan serius memberikan sanksi kepada perusahaan industri rafinasi yang jalas terbukti melakukan perembesan gula rafinasi.
Ketua APEGTI Natsir Mansyur mengatakan, perembesan gula rafinasi sudah sistemik mempengaruhi industri gula kristal putih (GKP) untuk komsumsi, sehingga berdampak negatif terhadap para petani tebu. “Pabrik gula kristal putih konsumsi tutup, karena tidak mampu bersaing dengan gula rafinasi. Minat pengusaha bangun pabrik gula komsumsi tidak ada, swasembada gula tidak tercapai. Penyelundupan gula konsumsi di perbatasan pun tetap terjadi,” keluh Natsir seperti dikutip Antara Bagi APEGTI tambahnya, perembesan gula rafinasi menyalahi aturan, karena itu harus dilakukan pencabutan izin dan sanksi pidana ekonomi jelas, supaya ada efek jera.
Menanggapi hal itu, Kementerian Perdagangan berjanji memberikan sanksi pengurangan alokasi impor gula rafinasi kepada perusahaanperusahaan yang terbukti melakukan praktek perembesan gula ke pasar.
Menurut Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi, pada awal 2014, terungkap 10 dari 11 importir gula sepanjang 2013 ternyata terbukti melakukan perembesan tersebut. “Sanksi bagi importir adalah pengurangan jatah impor untuk semester 2 tahun 2014. Dengan metode perhitungan pinalti, efek jera sudah menunjukkan dampaknya,” jelas dia.
Gula rafinasi yang dibuat dengan mengimpor raw sugar dari negara lain sengaja diproses di dalam negeri untuk memasok kebutuhan gula bagi industri makanan dan minuman dan bukan langsung diecer untuk kebutuhan rumah tangga.
Sulit Dijual
Tahun ini dampak kebocoran gula rafinasi makin kentara dengan sulitnya gula milik petani dijual dengan Harga Patokan Pemerintah (HPP) sebesar Rp 8.250 per kilogram, karena gula rafinasi dan gula impor dijual Rp 8.100 per kilogram. Harga gula dunia memang turun. Serbuan gula rafinasi di pasaran dan impor gula saat musim giling tebu tahun ini membuat harga kembali jatuh.
Akibatnya sekitar 1 juta ton gula petani masih menumpuk di berbagai gudang milik sejumlah pabrik gula. Petani menjerit karena keuntungan usaha tani tebu ternyata tidak semanis gula Kemtan kembali merevisi prognosis (taksasi) produksi gula tebu tahun ini menjadi hanya 2,5 juta ton. Itu dilakukan menyusul terjadinya fenomena El Nino yang menyebabkan rendemen tebu turun dari 8,17% menjadi 7,42%. Pada awal tahun, produksi gula dipatok sebesar 3,1 juta ton, namun berdasarkan taksasi Maret yang dilakukan Dewan Gula Indonesia produksi tahun ini hanya sebesar 2,9 juta ton.
Direktur Tanaman Semusim Ditjen Perkebunan Kementan Nurnowo mengungkapkan, produksi gula kristal putih (GKP) dalam negeri tahun ini diramalkan meleset dari taksasi (prognosis) Maret 2014 sebanyak 2,9 juta ton menjadi 2,5 juta ton. Perkiraan penurunan itu berdasarkan terjadinya dampak El Nino yang menyebabkan rendemen tebu turun. “El Nino menyebabkan musim kering, namun dengan ketidakpastian iklim seperti saat ini, terjadi hujan di tengah prediksi El Nino, telah memicu pertumbuhan bunga yang menyebabkan sukrosa terserap untuk masuk ke masa generatif sehingga kadar nira berkurang,” kata dia di Jakarta, Kamis (17/7).
Berdasarkan data 30 Juni lalu, rendemen tebu turun menjadi 7,42 % dari sebelumnya 8,17%. Sedangkan pabrik gula (PG) swasta di Lampung masih mampu mempertahankan rendemen 8,17% karena kegiatan on farm dan off farm terintegrasi, sehingga manajemen dapat mengontrol. Sedangkan rendemen PG BUMN di Jawa hanya 6,7%.
Sementara itu, rendemen tebu rakyat turun karena belum terintegrasi antara kegiatan on farm dan off farm sehingga masih sulit dikontrol. Misalnya, biaya transportasi meningkat saat musim hujan. Saat di PG, tebu yang seharusnya langsung digiling, tapi harus menunggu hingga berhari-hari. Sumber:SP
Belum ada tanggapan untuk "Rembesan Rafinasi Pukul Harga Gula Petani"
Posting Komentar
Kritik dan Saran yang membangun dari Anda sangat KAMI harapkan.
Silahkan isi KOMENTAR anda yang membangun untuk kemajuan dan koreksi di blog ini.
No Sara, No Racism Terima Kasih.