Presiden
Joko Widodo merealisasikan janji kampanye politiknya dengan meluncurkan tiga kartu sekaligus. Janji tersebut pernah diungkapkan oleh Pak Jokowo sewaktu tanggal 16 Juni 2014 lalu pada gelaran debat capres jilid II.
Kartu Indonesia Sehat (
KIS),
Kartu Indonesia Pintar (
KIP) dan
Kartu Keluarga Sejahtera (
KKS), menjadi program trisula
Presiden Jokowi yang langsung diluncurkan dua pekan pasca pelantikan. (baca:
Jokowi Capres 2014)
Pak Jokowi menganggarkan kartu-kartu tersebut senilai Rp. 6,44 trilyun. Dan bahkan ada menteri yang menyebutkan sudah ada posting anggarannya. Anggaran ini dapatnya dari mana dan kapan dibahas dengan DPR? Mekanisme seperti apa yang digunakan oleh Pak Jokowi.
Masalahnya adalah hingga hari ini belum ada satupun pembantu Pak Presiden Jokowi menteri-menteri yang duduk bersama DPR membahas alokasi anggaran tersebut. Apakah mungkin dalam waktu singkat hanya waktu dua pekan saja bisa langsung mencairkan uang dengan nominal Rp 6,44 triliun.
|
Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Keluarga Sejahtera meniru model M-Pesa |
Pernah kah ANDA tau tentang M-Pesa
Apa itu M-Pesa. Buat yang berkecimpung di dunia digital, telepon seluler, dan ICT4D (Information and Communication Technology for Development), kata ini ibarat mantra "mantra" teknologi yang telah menyihir kehidupan masyarakat miskin di Kenya ke arah yang lebih baik.
M-Pesa adalah teknologi mobile-money mudahnya: semacam layanan kartu debit di telepon seluler berbasiskan SMS. "Pesa" dalam bahasa Swahili berarti "uang" dan "m" adalah singkatan untuk "mobile". Diakui di dunia internasional, inovasi ini telah membawa gelombang revolusi pembangunan di Kenya, yang membuat jutaan warga miskin di tempat terpencil yang sebelumnya tak pernah tersentuh bank tiba-tiba mampu melakukan berbagai transaksi keuangan dengan mudah.
Melalui M-Pesa, penduduk Kenya bisa mengirim uang kepada keluarga mereka di kampung terpencil, membeli air bersih, bahkan membayar bibit tanaman mereka. Teknologi yang mencengangkan dunia ini diluncurkan pertama kali pada 2007 lalu oleh Safaricom, operator seluler Kenya yang tak lain merupakan anak perusahaan Vodafone, raksasa telekomunikasi asal Inggris. Dan adalah Michael Joseph, CEO Safaricom, yang membidani inisiatif yang kini melegenda itu.
|
Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Keluarga Sejahtera meniru model M-Pesa |
Joseph, "bule" kelahiran Afrika Selatan, memimpin Safaricom selama 10 tahun sejak Juni 2000. Berkat tangan dinginnya, Safaricom tumbuh dari perusahaan yang semula hanya memiliki 17 ribu pengguna menjadi lebih dari 16 juta pelanggan dan lalu menjelma menjadi perusahaan telekomunikasi paling terkemuka di kawasan Afrika Timur.
Pensiun dari Safaricom per Oktober tahun lalu, Joseph kini menjadi fellow Bank Dunia. Sepekan kemarin, bersama tim Bank Dunia dia berada di Jakarta untuk menjajaki kemungkinan penerapan program mobile-money seperti M-Pesa di Indonesia.
“Indonesia adalah contoh sempurna di mana sistem mobile-money harus diluncurkan,” katanya kepada Karaniya Dharmasaputra dan Nina Rahayu dari VIVAnews.com yang mewawancarainya secara khusus di Jakarta, Senin, 10 Oktober 2011. Berikut petikannya.
Bagaimana awal mula M-Pesa diciptakan?
Kami pertama kali meluncurkan M-Pesa pada Maret 2007, setelah melewati masa percobaan pada tahun 2006 yang dijalankan oleh sebuah lembaga micro-finance di Kenya, sebagai alat untuk mendistribusikan pinjaman. Dalam waktu satu tahun kami mendapat lebih dari 1 juta pengguna. Ini betul-betul orang yang masuk dan lalu mendaftar untuk menggunakan M-Pesa. Alasan utama mereka menggunakannya karena mereka bisa menggunakan M-Pesa untuk mengirim uang ke rumah mereka di desa.
Siapa saja inisiatornya?
Ide awal M-Pesa datang dari lembaga donor Inggris, Department for International Development (DFID). Mereka meminta sejumlah perusahaan untuk memasukkan proposal program dengan tema menarik “Deepening The Financial Penetration for The Unbanked”.
Proposal ini disambut oleh kolega saya di Vodafone (induk perusahaan Safaricom), yang kemudian memasukkan proposal ke DFID dengan ide menggunakan mobile phone untuk mendistribusikan dan membayar kembali dana kredit dari lembaga micro-finance.
Proposal itu diterima. Lalu DFID menginvestasikan 1 juta poundsterling, dan Vodafone 1 juta pounds juga. Kami di Safaricom membangun software-nya dan lalu mencoba mengimplementasikannya di Kenya. M-Pesa dianggap program yang sangat sukses.
Bagaimana Anda sendiri mendefinisikan kesuksesan itu?
Ini pertanyaan yang sangat penting. Menurut pendapat saya, kesuksesan dari M-Pesa adalah bukan pada jumlah pelanggan, juga bukan karena jumlah outlet yang kami miliki. Yang terpenting adalah berapa jumlah transaksi yang pelanggan kami lakukan di sistem. Di Kenya, rata-rata pelanggan kami melakukan sedikitnya dua transaksi per bulan. Itu yang kami sebut "sukses".
Jadi, orang betul-betul menggunakan sistem ini untuk kepentingan mereka. Bukan cuma sekadar mengecek jumlah uang mereka, tapi benar-benar melakukan transaksi finansial, yang meliputi: mengirimkan uang dari satu orang kepada yang lain, atau dari suatu lembaga ke lembaga yang lain.
Bisa Anda jelaskan kesuksesan itu secara statistik?
Kami sekarang memiliki 15 juta pelanggan yang menggunakan M-Pesa secara reguler. Kami memilik total 18 juta pengguna telepon seluler, artinya 80 persen dari mereka menggunakan M-Pesa. Jadi, sangat dominan. Dan kami mencatat ada 2-4 juta transaksi per hari di M-Pesa. Pada hari Jumat, sebelum Hari Raya Natal, atau sebelum musim sekolah tiba, volume transaksi bahkan jauh lebih besar dari itu.
Dalam dolar berapa nilainya?
Sekitar US$1 miliar per bulan. Jadi, ini jumlah uang yang luar biasa besar. Dan tolong dicamkan, ini meliputi transaksi orang mendeposit, transfer, dan menarik uang, serta membayar barang dan jasa, membeli pulsa, dan sebagainya.
Itu berapa persen dari total populasi Kenya?
Kenya memiliki 40 juta penduduk. Tapi, jika Anda tidak memasukkan anak-anak dan orang yang sudah sangat tua, barangkali ada sekitar 25-30 persen penduduk Kenya menggunakan M-Pesa secara reguler.
Dalam percakapan sehari-hari, bahkan M-Pesa sekarang sudah menjadi pengganti kata kerja untuk tindakan mengirim uang seperti halnya Fed-ex atau Xerox. Jadi, M-Pesa sudah menjadi bagian dari aktivitas sehari-hari dalam kehidupan masyarakat Kenya—mengirimkan uang kepada orangtua di kampung terpencil, mengirimkan uang saku kepada anak di kota lain, atau bahkan membayar segelas bir di bar, termasuk saat menyumbang dana kolekte di gereja. Ini hampir seperti kartu debit di telepon seluler Anda.
Apa saja kendala utama yang Anda hadapi sebelum M-Pesa menjadi begitu sukses?
Ada dua tantangan utama saat Anda membangun sistem mobile-money seperti M-Pesa. Yang pertama, Anda harus punya outlet di mana-mana. Anda harus punya tempat di mana orang bisa mentransfer dan menkonversi uang elektronik menjadi uang rill, atau mengambil uang tunai dari sistem. Jadi, Anda membutuhkan banyak outlet distribusi. Ide saya saat itu adalah: orang tidak akan mau berjalan kaki berkilo-kilometer, atau naik taksi atau bus untuk mengambil uang. Saya ingin orang bisa tinggal berjalan kaki ke outlet terdekat. Dan itu sungguh tantangan yang berat.
Ini bukan outlet berupa gedung baru. Ini semacam warung atau toko kecil yang menjadi “agen” kami. Membutuhkan banyak upaya untuk membuat mereka menerapkan sistem M-Pesa, mem-branding mereka, membuat warung itu berpenampilan layak, me-manage mereka, dan mendisiplinkan mereka.
Tantangan kedua, Anda memerlukan persetujuan dari regulator. Dalam kasus kami, kami memperoleh restu dari regulator, bukan persetujuan, karena pada saat itu Kenya tidak punya regulasi tentang mobile-banking. Saat ini sudah ada, tapi pada saat itu tidak. Soal ini menuntut kami bahkan harus bekerja lebih keras.
Hanya saja, kami beruntung karena gubernur bank sentral Kenya saat itu adalah seorang akademisi yang bisa melihat manfaat M-Pesa untuk memperdalam penetrasi sistem keuangan di masyarakat. Di Kenya, termasuk di Indonesia saya kira, ada banyak transaksi yang berlangsung secara informal dan pemerintah biasanya tak bisa menjangkau transaksi jenis ini. Melalui mobile-money, bank sentral jadi bisa memonitor dan menjangkaunya.
Bisa Anda ceritakan satu contoh terbaik bagaimana M-Pesa telah menolong hidup warga miskin Kenya?
Di Kenya, di mana ada banyak wilayah dan desa terpencil, banyak keluarga mengirim anak mereka ke sekolah asrama di kota lain. Masalah yang banyak dihadapi penduduk Kenya: untuk membayar uang sekolah anak mereka, mereka harus membayarnya secara tunai atau pakai cek. Untuk warga miskin yang biasanya tidak punya rekening bank (unbanked), tentu sangat sulit untuk membayar pakai cek.
Jadi, mereka harus membayar tunai. Masalahnya, jika mereka menitipkan uang tunai ke anak mereka, kadang-kadang uang sekolah hilang atau dirampok. Ini sering jadi masalah besar sebelum masa sekolah dimulai. Nah, setelah ada M-Pesa, orangtua cukup mengirim SMS untuk membayar uang sekolah anak mereka. Selain itu, ada banyak contoh lain. Misalnya, bagaimana warga desa menggunakan M-Pesa untuk membayar air.
Membayar air?
Ya, membayar air. Di Kenya, khususnya di daerah-daerah yang sangat gersang, orang harus memompa air dari dalam tanah. Masyarakat desa biasanya bergotong-royong mendirikan pompa air, dan setiap orang yang mengambil air dari situ harus membayar untuk setiap liternya. Mereka menggunakan M-Pesa untuk membayar. Ini luar biasa. Jadi, melalui telepon seluler, mereka membayar air, dan uang itu lalu digunakan masyarakat desa untuk memelihara dan membeli pompa air.
Contoh lain yang juga menarik, adalah jika penduduk desa bisa membeli sekantung bibit, mereka bisa melakukan opt in (registrasi) di M-Pesa untuk membeli asuransi atas sekantung bibit itu. Sehingga, jika tanaman mereka gagal panen--karena kurang hujan atau lahan yang tidak bagus--maka mereka akan mendapatkan ganti rugi. Harga premi asuransinya sangat murah.
Menurut Anda, sejauh mana sistem mobile-money ini bisa dikembangkan?
Saya melihat mobile-money sedang bergerak ke level berikutnya, ke level yang sangat penting. Saya melihat mobile-money memungkinkan orang untuk menabung dengan lebih mudah dan dalam jumlah yang jauh lebih kecil dari yang dimungkinkan sistem perbankan konvensional. Dan sekali kita bisa membuat orang menabung dengan mudah melalui mobile phone, jika Anda tahu berapa jumlah uang yang dibelanjakan untuk air-time (pulsa) mereka, Anda tahu berapa yang mereka simpan, dan Anda tahu di mana mereka berada, maka Anda juga bisa membuat mereka melakukan kredit secara mudah pula.
Sebagai contoh, di akhir pekan Anda mungkin menemui kendala untuk mendapatkan uang tunai dengan cepat. Misalnya, ada kerabat Anda meninggal dan Anda harus membayar biaya pemakaman, atau Anda harus membeli sesuatu untuk memperbaiki mobil Anda, maka Anda tinggal mengirim SMS melalui sistem mobile-money Anda.
Begitu Anda kirim SMS, maka sistem akan seketika menyatakan apakah Anda bisa atau tidak bisa memperoleh kredit--sejumlah kecil uang pinjaman berjangka pendek untuk situasi darurat. Setelah itu, begitu Anda menekan “yes” di menu SMS untuk “kredit darurat jangka pendek”, maka kami akan langsung mengirimkan uang pinjaman itu kepada Anda seketika itu juga.
Hal lain yang mungkin dilakukan dengan mekanisme serupa adalah untuk membeli asuransi-asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, atau asuransi kendaraan bermotor. Anda bisa membelinya untuk jangka waktu seminggu atau sebulan saja, misalnya.
Jadi, saya melihat sistem mobile-money ini bisa berkembang menjadi sistem keuangan yang sebenarnya pada mobile phone Anda.
Sekarang Anda di Jakarta. Menurut Anda, sistem M-Pesa bisa berfungsi sama baiknya di Indonesia seperti di Kenya?
Well, ini kunjungan saya yang kedua ke Indonesia. Kali ini, saya pergi ke Medan dan melihat program PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) di daerah pedesaan. Menurut saya, jika kita lihat Indonesia, Indonesia nyaris seperti dirancang untuk mobile-money.
Alasan utamanya adalah: pertama, Anda memiliki populasi pengguna mobile yang sangat besar. Hampir setiap orang di sini memiliki atau mempunyai akses terhadap mobile phone. Anda tidak memiliki tingkat penetrasi bank sebesar itu. Jadi, gap antara penetrasi bank atau kepemilikan rekening bank dengan penetrasi mobile phone sangatlah besar.
Faktor kedua, ini adalah negara yang sangat besar dengan kondisi geografi yang penuh tantangan, ada banyak gunung, ada banyak pulau. Ada banyak orang yang tinggal di wilayah pedalaman yang membutuhkan akses terhadap uang atau jasa keuangan. Dan Indonesia juga negara yang lumayan makmur dan berkembang perekonomian. Saya kira, Indonesia nyaris sempurna untuk mobile-money seperti M-Pesa. Saya kira, ini adalah salah satu negara di mana sistem seperti M-Pesa akan meraih sukses besar.
M-Pesa dicoba di Tanzania, tapi kabarnya tidak terlalu berhasil.
Sekarang mulai berhasil. Persoalan utama mereka, mereka tidak mau mengalokasikan dana untuk membangun outlet distribusi yang luas seperti di Kenya. M-Pesa diluncurkan pertama kali sebagai program kemitraan privat-publik.
Apakah Indonesia harus mengambil jalan yang sama jika ingin meluncurkan M-Pesa?
Saya kira, supaya mendapat dukungan yang memadai, Anda harus melibatkan sebanyak mungkin pemain terkait. Saya kira Anda harus melibatkan operator-operator mobile phone, bank-bank, dan tentu saja, pemerintah.
Saya kira tiga kelompok aktor ini harus Anda libatkan supaya program bisa sukses. Anda membutuhkan jaringan operator mobile phone, sistem dasar perbankan, dan dukungan pemerintah karena pemerintah merupakan pemain besar dalam memindahkan uang ke berbagai pelosok negeri.
Jika Anda melihat M-Pesa di Kenya atau di sejumlah negara yang mulai menggunakannya, nilai yang diciptakannya bagi masyarakat sangat besar. Dampak sosialnya pada masyarakat luar biasa. Dan jika Anda pergi ke Kenya sekarang, Anda akan melihat cara berbisnis dan cara hidup sehari-hari masyarakat total berubah karena sistem mobile-money ini.
Apa langkah yang telah Anda lakukan bersama Bank Dunia untuk menjajaki penerapan M-Pesa di Indonesia?
Saya telah mencoba bicara dengan pemerintah dan regulator Indonesia, menjelaskan kepada mereka manfaat mobile-money supaya mereka mau memodifikasi atau mengubah regulasi sehingga sistem ini bisa diterapkan nanti. Tantangan terbesar yang Anda hadapi saat ini adalah dari sudut regulasi.
Karena, dari kacamata regulator, ada sejumlah hal yang dikhawatirkan--pencucian uang, perlindungan konsumen, dan di Indonesia jelas harus ada banyak outlet di mana orang bisa melakukan cash-in dan cash-out. Dan di Indonesia regulator mengatur secara spesifik lokasi dan mewajibkan adanya izin untuk lembaga yang akan menjalankan setiap mekanisme cash-in dan cash-out. Ini saya kira tantangan terbesar untuk memulai sistem mobile-money di Indonesia.
Bagaimana dengan penipuan (fraud)? M-Pesa juga menghadapi permasalahan ini dalam skala tertentu.
Ya, tentu saja. Ketika Anda mencoba membawa sistem keuangan ke level terbawah di piramida masyarakat, itu artinya Anda membawa sistem perbankan ke kalangan yang sebelumnya tidak pernah bersentuhan dengan bank. Kondisi ini juga membuka peluang bagi kaum penipu untuk mengakali sistem. Tapi masalah itu juga dihadapi pada sistem bank konvensional ataupun kartu kredit.
Kuncinya adalah bagaimana Anda mengelolanya. Setiap sistem keuangan pasti punya masalah dengan penipuan dalam tingkatan tertentu. Dalam pengalaman kami di M-Pesa, tingkat penipuan hanyalah 0,5 persen; yang kami kalkulasi sebagai kerugian yang hilang akibat penipuan.
Namun, janganlah dilupakan, sistem mobile-money ini berurusan dengan transaksi dalam jumlah kecil. Rata-rata nilai transaksi di M-Pesa di Kenya hanyalah US$35. Jadi, jika kita misalnya mengkhawatirkan ini bakal dijadikan ajang pencucian uang, saya kira sulit melakukan pencucian uang dengan rata-rata transaksi hanya US$35.
Juga patut dicamkan bahwa mobile-money bukanlah sekadar kepanjangan dari sistem perbankan tradisional--di mana tingkat penipuan biasanya mencapai angka 1 persen dari nilai total transaksi. Ini adalah cara baru perbankan. Jadi, sudah tentu kita akan menghadapi banyak persoalan yang tidak pernah kita temui dan pikirkan sebelumnya. Tapi kita harus berani menghadapinya, karena manfaat dari mobile-money ini jauh lebih besar dari tantangan yang dimunculkannya.
Yang jadi masalah, di Indonesia kini muncul ketidakpercayaan publik atas layanan mobile phone seiring maraknya kasus pencurian pulsa.
Ini jelas masalah yang serius. Kesuksesan dari mobile-money sangatlah bergantung pada unsur kepercayaan yang melekat pada brand. Dalam kasus di Kenya, karena kami cukup dominan dan karena Safaricom merupakan perusahaan Kenya, bukan perusahaan asing; masyarakat Kenya mempercayai kami. Jika Anda memiliki masalah ketidakpercayaan pelanggan, maka operator jelas harus segera mengatasinya.
Mobile-money sangat membutuhkan kepercayaan publik. Ini bukan semata urusan menelepon atau layanan SMS. Anda harus memastikan bahwa jika pelanggan mengirimkan uang melalui mobile phone mereka, maka uang itu bakal benar-benar sampai ke pihak yang dituju. Tidak boleh ada uang pelanggan yang hilang di sistem. Sistem harus dirancang memilik reliabilitas 100 persen.
Masalah ketidakpercayaan itu jelas persoalan yang bisa diatasi dan bukan alasan bahwa Indonesia tidak bisa meluncurkan sistem mobile-money.
Jadi, seberapa yakin Anda Indonesia bisa sukses menerapkan sistem mobile-money seperti M-Pesa?
Sekali lagi, Indonesia adalah contoh sempurna di mana sistem mobile-money harus diluncurkan. Dalam diskusi saya dengan regulator di Indonesia, jelas mereka tertarik. Mereka bahkan telah berkunjung ke Kenya untuk mempelajari M-Pesa dan mereka sudah berkeyakinan bahwa sistem ini bisa beroperasi dengan baik di sini. Semua pihak regulator, bank, dan operator telekomunikasi, saya kira sudah memiliki keyakinan ini.
Jadi, semua faktor yang diperlukan saya kira sudah siap. Apalagi, Indonesia punya sejumlah program sosial berskala besar, seperti PNPM, yang sangat pas untuk mobile-money dan bisa membuat program itu berjalan lebih efektif. Saya kira saya sangat konfiden. Level konfiden saya sekitar 60-70 persen. Saya sangat percaya sistem mobile-money akan sukses di Indonesia. Sumber: http://fokus.news.viva.co.id
Belum ada tanggapan untuk "Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Keluarga Sejahtera meniru model M-Pesa"
Posting Komentar
Kritik dan Saran yang membangun dari Anda sangat KAMI harapkan.
Silahkan isi KOMENTAR anda yang membangun untuk kemajuan dan koreksi di blog ini.
No Sara, No Racism Terima Kasih.