Di Balik Kehangatan
Rp 1.000 Triliun sudah menjadi andalan jualan kampanye
Prabowo. Menjadi kontroversi ketika dipertanyakan di sana-sini. Pemolesan tim kurang rapi. Didik J. Rachbini mengumbar angka potensi kebocoran kekayaan negara di atas meja. Satu per satu pangkal kebocoran ia sebutkan, baik dari APBN maupun sumber daya alam, hingga menemui jumlah Rp 1.160 triliun. Konon, angka inilah yang menjadi bekal debat capres bagi
Prabowo Subianto pada Minggu, 15 Juni 2014 lalu.
Angka yang fantastis itu memang membuat Didik sibuk. Pekan lalu, ia bertandang dari meja redaksi media massa satu ke media lainnya khusus untuk menjelaskan kontroversi angka kebocoran kekayaan negara sebesar Rp 1.000 triliun, yang disebut calon presiden Prabowo Subianto dalam acara debat calon presiden. Dalam debat sesi dua itu Prabowo menyebut Ketua KPK Abraham Samad menyatakan bahwa kebocoran dan kehilangan kekayaan negara satu tahun mencapai Rp 7.200 triliun. “Tim pakar kami menggunakan angka Rp 1.000 triliun yang hilang. Sasaran kami, kami ingin menutup kebocoran Rp 1.000 triliun itu,” kata Prabowo dengan berapi-api.
Penampilan Prabowo dalam acara debat capres dengan gaya orasi yang meyakinkan tersebut mendapat pujian. Pria yang oleh Gerindra dijuluki Macan Asia itu memang sukses menguasai panggung saat memaparkan visi-misinya.
Tim Prabowo merasa malam itu capres mereka mengalahkan Jokowi. “Kalau buat skor, 5-1 tadi untuk kemenangan Prabowo,” kata ketua tim sukses pasangan Prabowo-Hatta, Mahfud Md. Namun, seusai debat, data kebocoran Rp 1.000 triliun itu mendapat kritik tajam dari banyak pihak. Pakar ekonomi dari Universitas Gadjah Mada, Tony Prasetiantono, menyebut angka kebocoran yang disebutkan Prabowo menggelikan. Pakar ekonomi lainnya menyebut Prabowo berlebihan. Kebocoran Rp 1.000 triliun yang diungkap Prabowo itu menuai masalah. Pertama, total kebocoran itu lebih dari setengah APBN 2013 sebesar Rp 1.800 triliun. Kedua, angka ini dianggap justru menyerang cawapres pasangan Prabowo, Hatta Rajasa, yang duduk sebagai Menteri Koordinator Perekonomian di kabinet. Kontroversi itulah yang membuat Didik cs pada Kamis, 19 Juni 2014, menyambangi sejumlah media massa, termasuk majalah detik. “Kebocoran di sini bukan maksudnya menohok Hatta Rajasa. Kebocoran terjadi sejak zaman Soeharto, Habibie, Gus Dur, Megawati, hingga SBY,” ujar Didik, yang mengomandani tim pakar ekonomi Prabowo.
Hatta juga berkali-kali mengklarifikasi angka kebocoran Rp 1.000 triliun itu. Hatta menegaskan tidak ada kebocoran APBN. Yang diungkap Prabowo dalam debat capres adalah potensi kerugian negara, bukan APBN. Angka ini diperoleh dari potensi kebocoran sumber daya alam, royalti tambang, pajak, dan lainnya. KPK juga mengonfirmasi angka Rp 7.200 triliun bukan kebocoran anggaran, melainkan revenue potential atau potensi pendapatan.
Angka ini berasal dari potensi perbaikan dana pajak, PNBT, royalti, dan lainnya. Perhitungan angka yang diperoleh KPK didapat jika tiga sumur minyak, seperti blok Cepu, Mahakam, dan Madura, dinasionalisasi.
Masalah kebocoran sudah lama menjadi perhatian Prabowo. Sebelum diungkap dalam debat yang kemudian menjadi kontroversi, soal kebocoran diungkap Prabowo dalam Rapat Kerja Nasional Konferensi Serikat Pekerja Indonesia II di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Kamis, 13 Februari 2014. Prabowo selalu menyampaikan masalah kebocoran ini saat berkeliling Indonesia karena, bagi dia, kebocoran itu merupakan akar masalah bangsa ini. “Ternyata, setelah saya pelajari, terjadi kebocoran. Kebocoran dari ekonomi Indonesia tiap tahun Rp 1.000 triliun. Bocor tiap tahun. Ini sumber akar masalah,” kata Prabowo di depan anggota Serikat Pekerja Indonesia.
Sementara Prabowo berorasi, ditampilkan slide dengan titel kebocoran dan kehilangan kekayaan negara 2013. Disertai juga perinciannya, yakni kehilangan potensi penerimaan pajak Rp 360 triliun, kebocoran APBN Rp 500 triliun, anggaran negara untuk subsidi energi Rp 300 triliun, sehingga total kebocoran anggaran negara Rp 1.160 triliun.
Pada Pemilu 2009, Prabowo juga memakai isu kebocoran ini dalam kampanye. Saat itu Prabowo duduk sebagai calon wakil presiden mendampingi calon presiden Megawati Soekarnoputri. Keduanya berhadapan dengan dua pasangan kandidat lain, yakni Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono dan Jusuf Kalla-Wiranto. Prabowo tampil dalam debat cawapres yang digelar dua kali oleh Komisi Pemilihan Umum. Debat pertama digelar pada 23 Juni 2009 dengan tema “Pembangunan Jati Diri Bangsa”. Ia membuka debat dengan gaya orasi, memaparkan visi-misi.
Gayanya cukup atraktif. Ia memampangkan selembar uang pecahan Rp 20 ribu untuk menjelaskan rendahnya pendapatan penduduk Indonesia. Tema kebocoran ia ungkap dalam penutup pemaparan visi-misi. “Secara total, kekayaan kita tidak tinggal di Republik Indonesia. Karena itu, kalau kita bicara jati diri tanpa membicarakan masalah ekonomi, yang menentukan, tanpa kita mengunci kebocoran kekayaan ekonomi, kita akan menjadi bangsa yang lemah,” ujarnya.
Istilah yang sama ia gunakan dalam acara debat cawapres kedua pada 30 Juni 2009 dengan tema “Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia”. Prabowo tampil berapi-api dalam berorasi. “Percuma malam ini kita bicara soal kualitas hidup. Akan membikin ini dan membikin itu, membikin rumah sakit gratis, semuanya gratis tetapi uangnya tidak ada. Kekayaan nasional Indonesia bocor setiap tahun,” ujarnya. Ibaratnya, bab kebocoran itu sudah khatam bagi Prabowo karena sudah didalaminya selama lima tahun ini. Persiapan selama lima tahun itu pulalah yang membuat tim tidak mengkhawatirkan penampilan Prabowo saat debat.
Soal gaya misalnya. Anggota tim pemenangan Prabowo-Hatta, Eggi Sudjana, mengaku Prabowo merasa cukup mumpuni untuk mengelola penampilan dan materi pembicaraannya. Gaya orasi ala Sukarno yang dipilih Prabowo saat mendampingi Mega pada Pilpres 2009 terus dipertahankan. “Ini waktu yang sangat panjang. Makanya, soal gaya, tak ada arahan khusus,” tutur Eggi.
Meski begitu, Prabowo tetap memiliki tim pakar dan tim debat. Ada juga tim kecil yang dikenal dengan sebutan “Kesatria Jedi”, yang selalu menempel Prabowo. Prabowo sendiri tidak ingin menganggap enteng debat capres. Ia selalu mengosongkan jadwal kampanye sehari sebelum debat capres digelar. Sekjen Gerindra mengaku hari libur ini dimanfaatkan Prabowo untuk persiapan diri. “Yang paling penting adalah harus evaluasi debat sebelumnya, karena itu Pak Prabowo sehari libur berkampanye. Karena Minggu pagi ada kampanye, sehingga waktunya sebentar,” ujar Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani. Setiap tema debat, Prabowo didampingi 10 pakar untuk mempertajam materi. Untuk topik hukum, pakar dipimpin Mahfud Md., sedangkan untuk ekonomi dipimpin Didik. Sehari sebelum debat, tim dengan Prabowo melakukan pertemuan dan berdiskusi secara intens. Lima jam sebelum naik panggung pun dilakukan briefing. “Lebih-kurang empat jamlah. Kan banyak yang memberikan masukan,” kata Direktur Tim Hukum Prabowo-Hatta, Ahmad Yani. “Ada profesor-profesor di belakang kami,” tutur Wakil Ketua Umum Gerindra, Edhie Prabowo.
Menghadapi debat capres pertama, misalnya, seluruh anggota tim menemui Prabowo untuk memberikan masukan. “Namun saat itu Prabowo malah kebingungan karena terlalu banyak masukan,” kata Syamsul Bahri, anggota tim pemenangan Prabowo-Hatta. Prabowo pun mengaku grogi dalam debat tersebut. Berkaca pada sesi pertama, pada debat sesi kedua, tim tidak memberikan briefing sebelum Prabowo beranjak ke atas panggung debat. Soal ekonomi, Prabowo, yang pernah menjadi pengusaha, dinilai sudah jago. Bahan debat yang berisi beberapa pointer hanya diberikan dalam secarik kertas. “Saran Dradjad Wibowo (anggota tim pemenangan), kami tidak perlu ketemu dan berikan saja. Tidak perlu di-coach,” aku Didik.
Tim hanya mewanti-wanti Prabowo agar bersikap lebih santai karena tim melakukan evaluasi dan menyimpulkan debat tersebut berlangsung tegang. “Agar lebih menunjukkan sisi kemanusiaan, humanismenya,” kata Direktur Kebijakan dan Program Tim Kampanye Nasional Prabowo-Hatta, Dr. Harry Azhar Azis. Hasilnya, dalam debat itu Prabowo tampil santai. Ia cipika-cipiki dengan Jokowi, bahkan merangkulnya. Saat mendukung penjelasan Jokowi, Prabowo juga bercanda dengan mengaku tidak mempedulikan saran tim ahlinya agar selalu berseberangan dengan Jokowi. Anggota Dewan Pakar Tim Pemenangan Prabowo-Hatta, Kastorius Sinaga, mengakui Prabowo memang kadang susah dikendalikan. “(Prabowo) tidak mau dikendalikan. Dia tidak mau dalam kendali, seperti ini, harus begini, harus begitu,” tuturnya.
Didik mengevaluasi, perincian yang disusun oleh timnya justru tenggelam oleh gaya orasi Prabowo. Maklum, Prabowo memakai data itu sebagai jargon sehingga bahasanya harus ringkas. Itulah yang antara lain menjadi penyebab masalah kebocoran menjadi kontroversi karena tidak disertai penjelasan detail. “Ini kan jargon, susah untuk disampaikan kalau detail. Begitu kira-kira,” jelasnya.
Belum ada tanggapan untuk "Menjelang Debat Capres Ketiga"
Posting Komentar
Kritik dan Saran yang membangun dari Anda sangat KAMI harapkan.
Silahkan isi KOMENTAR anda yang membangun untuk kemajuan dan koreksi di blog ini.
No Sara, No Racism Terima Kasih.