Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri telah mengeluarkan surat perintah harian yang isinya mendukung Joko Widodo alias Jokowi sebagai calon presiden PDI Perjuangan. Surat perintah harian itu dibacakan oleh Ketua Bappilu PDI Perjuangan, Puan Maharani, di kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Jumat (14/03) siang.
Di tempat terpisah, Joko Widodo mengatakan dirinya telah mendapat mandat dari Ketua Umum PDI Perjuangan sebagai calon presiden partai tersebut. "Dengan mengucap Bismillahirahmanirahim, saya siap melaksanakannya," tegasnya.
Seiring dengan pengumuman pencapresan Jokowi, Indeks Harga Saham Gabungan, IHSG, pada akhir perdagangan melonjak hingga 142 poin atau sekitar 3% menjadi 4.869, mencapai titik tertinggi setidaknya sejak sembilan bulan terakhir.
Sementara itu, data Bloomberg menunjukan nilai rupiah terhadap dolar di pasar spot juga menguat 30 poin menjadi Rp11.356. Sejak Jumat (14/03) pagi, telah beredar informasi yang menyebutkan bahwa PDI Perjuangan akan mengumumkan Jokowi sebagai calon presiden.
Sebelumnya,
Jokowi dan
Megawati Soekarnoputri telah melakukan ziarah ke makam proklamator Bung Karno di Blitar, yang menurut para pengamat politik, merupakan indikasi kuat sikap PDI Perjuangan untuk mencalonkan
Jokowi sebagai capres 2014.
Hasil survei menyebut Jokowi merupakan salah-satu capres yang paling dijagokan. Nama Klik Jokowi berulangkali disebut sebagai salah-satu calon presiden terkuat, setidaknya menurut sejumlah hasil survei yang dilakukan beberapa lembaga polling. Menurut survei-survei itu, Klik mantan Wali Kota Solo, Jateng ini, mengungguli capres lain seperti Prabowo Subianto, Aburizal Bakrie atau Wiranto.
Dengan dikeluarkannya Surat perintah harian yang dibacakan oleh Ketua Bappilu PDI Perjuangan, Puan Maharani, di kantor DPP PDI Perjuangan maka perbincangan yang dilakukan oleh Isfari Himat dari majalah detik pada beberapa waktu yang lalu menjadi sebuah tanda tanya besar terhadap statement yang pernah diungkapkan oleh Jokowi terhadap pencapresannya di 2014.
Berikut ini perbincangan Isfari Hikmat dari majalah detik dengan Gubernur DKI Jakarta Jokowi.
Akhir-akhir ini banyak pihak yang menyerang Anda, misalnya para politikus Partai Demokrat, bahkan Presiden Yudhoyono. Bagaimana tanggapan Anda?
Menyerang apa? Saya tidak merasa diserang. Saya anggap mereka memberi input, biasalah memberi masukan. Biasa. Memberi koreksi itu biasa. Justru itu untuk evaluasi saya, untuk evaluasi-evaluasi program pemerintah provinsi.
Saya jadikan itu sebagai masukan, saya jadikan sebagai input untuk kebijakan yang lebih baik. Saya biasa-biasa saja, tidak merasa diserang, kok, ha-haha…. Koreksi saja, jadi evaluasi pekerjaan saya.
Bahkan Presiden Yudhoyono juga mengkritik Anda soal kemacetan.
Terserah dari mana pun, tidak apa-apa. Yang namanya kritik, koreksi, masukan, bisa dari masyarakat, silakan. Dari partai, silakan. Dari politikus, silakan. Dari pemerintah pusat, juga silakan. Bagus, kan? Gimana, sih…. (tertawa lagi). Diserang apa? Saya tidak pernah merasa diserang.
Kelompok masyarakat yang menginginkan Anda menjadi presiden semakin luas, bagaimana tanggapannya?
Sudah bolak-balik disampaikan, saya tidak pernah mikir masalah itu. Tidak mikir masalah survei, tidak mikir.
Spanduk dan situs yang menginginkan Anda menjadi presiden juga bermunculan, bahkan tidak jauh dari kediaman Anda, yakni di depan markas PDI Perjuangan, Jalan Diponegoro.
Ya, tidak apa-apa, to. Mau memberikan dukungan, menyampaikan keinginan-keinginan. Tapi kan saya jawab apa adanya, jawaban saya tetap sama.
Semua itu bukankah menunjukkan ada yang sedang mempersiapkan Anda jadi capres?
Lah, saya urusannya kerja, urusan DKI masih bertumpuk-tumpuk kayak gini. Ada yang baru rampung separuh, ada yang baru seperempat, ada yang belum rampung, ha-ha-ha….
Belakangan, sesepuh di PDIP menginginkan Anda maju sebagai presiden pada 2014….
Enggak ngerti saya. Wilayah saya sekarang itu di eksekutif. Konsentrasi kerja. Terus terang, di wilayah politik, saya tidak mengikuti. Saya juga tidak pernah mengikuti rapat-rapat di DPP. Tidak pernah. Tanyakan saja ke DPP.
Bagaimana kalau PDI Perjuangan akhirnya menugasi Anda sebagai capres?
Ini gubernur juga sama, jawabannya sama, masih konsentrasi kerja untuk DKI. Apa lagi yang harus saya jawab? Ini mau ngurus (banjir), hujan sudah mau masuk. Kita kan juga harus konsentrasi ngecek pompa, ngecek sampah di pintu air, ngecek sampah di got-got, di sungai-sungai penghubung, di sungai makro. Semuanya. Kita harus konsentrasi pada tugas dan kepercayaan yang diberikan.
Hubungan Anda dengan Mega semakin hari semakin mesra saja.
Lo, dari dulu. Sewaktu saya jadi wali kota, kalau Bu Mega ke Solo, saya juga yang jemput sendiri. Makan di warung, ya sendiri. Ya, biasa, tanya saja ke Bu Mega. Di Solo sampai pagi, sampai malam, selalu saya yang dampingi. Itu sudah bertahun-tahun, gimana, sih? Tanya saja yang di Solo.
Saking dekatnya, Anda sampai bisa mengajak Bu Mega makan di warteg?
Lah, wong kita ini dari Waduk Pluit terus ke (Waduk) Ria Rio, iya, kan? Jam makan siang sudah lewat, cari yang dekat dari situ, mana? Ya, di situ, yang paling enak itu.
Bisa tahu warteg itu enak dari mana?
Ya, enak, dong. Semua orang tahu. Tidak usah diberi tahu, yang enak-enak di Jakarta ini saya tahu semuanya. Yang warung-warung enak saya tahu semuanya.
Bagaimana cara meyakinkan Bu Mega kalau makan di situ enak?
Saya iming-imingi dia, “Di sini enak lo, Bu….” (tertawa). Saya bilang ini warteg tapi enak, ha-haha….
Tapi, belakangan, kebersamaan itu semakin intens, sampai nganterin ke acara kawinan dan makan malam segala.
Kok, cukup intens? Lah, rumahnya dekat, gimana, sih? Rumahnya dekat. Kalau ada sesuatu, rumah yang paling dekat (dengan rumah Mega) kan saya. Dua menit. Kalau pas ada acara saya harus mendampingi, ya saya dampingi. Makan malam, perkawinan juga.
Kalau ngobrol dengan Bu Mega, apa yang dibahas?
Ngobrol di mana? Kalau di mobil yang berkaitan dengan masalah Jakarta, (misalnya) masalah taman, masalah pohon, yang paling banyak tentang masalah keindahan, trotoar, ho-ho-ho....
Enggak ngobrolin masalah kebangsaan atau kenegaraan?
Ndak, ndak, ndak, yang ringan-ringan dan enteng seperti itu (taman, pohon, dan trotoar).
Tidak bercerita bagaimana susahnya jadi presiden, misalnya?
Ndak pernah (yang susah). Cerita masalah Bung Karno dulu seperti apa. Waktu (Bung Karno) memimpin seperti apa. Waktu beliau (Mega) jadi presiden seperti apa. Itu saja. Kalau di rumah makan, cerita soal ayam goreng, mengenai rendang. Kalau di warung seafood, ya cerita mengenai kepiting, udang, ikan. Gitu-gitu aja, ha-ha-ha….
Belum ada tanggapan untuk "Urusan DKI masih numpuk Jokowi malah milih nyapres "
Posting Komentar
Kritik dan Saran yang membangun dari Anda sangat KAMI harapkan.
Silahkan isi KOMENTAR anda yang membangun untuk kemajuan dan koreksi di blog ini.
No Sara, No Racism Terima Kasih.