Berita Ekonomi - Nilai tukar
Rupiah semakin kian tertekan mendekati level harga Rp12.500 per USD. Pelemahan rupiah sampai 23 persen.
“Tanpa adanya intervensi Bank Indonesia (BI), Rupiah hampir pasti, tanpa menyebut mutlak, ke Rp13.000 per USD,” menurut Head of Research KSK Financial Group, David Cornelis
Cornelis melanjutkan, pembayaran utang pemerintah Republik Indonesia dan swasta senilai USD21 miliar pada kuartal terakhir tahun ini berdampak sangat negatif untuk menekan nilai mata uang Rupiah, dengan begitu gencarnya tekanan yang dibuat dollar terhadap rupiah sudah seharusnya diekspektasi.
Total utang luar negeri Indonesia per September 2013 sebesar USD260 miliar, atau 29,2 persen dari Product Domestic Bruto (PDB), dengan utang swasta USD137 miliar yang kebanyakan tidak dilindung nilai (hedging), hal ini sangat berbahaya sekali ketika Rupiah semakin melemah sampai di atas Rp12.000.
Defisit transaksi berjalan di kuartal III menjadi USD8,4 miliar, atau 3,8 persen dari PDB, dengan penurunan sebesar 15 persen, masih digerogoti tingginya produk impor indonesia, terdiri dari impor minyak, di mana defisit neraca perdagangan minyak mencapai USD5,8 miliar. Hal ini juga yang memperlemah Rupiah. Kondisi berangsur menegangkan dengan arah radar pemerintah yang memberi sinyal jelas adanya kenaikan suku bunga lebih lanjut (pengetatan likuiditas).
Rupiah diterpa dari segala sisi, neraca transaksi berjalan yang defisit, isu pengurangan stimulus moneter global dari AS serta siklus jatuh tempo utang luar negeri, repatriasi keuntungan perusahaan multinasional di Indonesia, ditambah hobi warga Indonesia mengamankan aset USD2,1 miliar di luar negeri.
Sementara, BI Rate terlihat menjauh dari tujuan utamanya sebagai instrumen peredam inflasi, melainkan saat ini sebagai alat moneter untuk meningkatkan pasokan dolar AS dan untuk neraca yang defisit. Koreksi pada pertumbuhan perekonomian nasional di bawah 6 persen tak dapat dihindari, di mana sejak 2007 naik dan bertahan di atas 6 persen, kecuali 2009, sebagai bagian dari proses menemukan keseimbangan ekonomi yang lebih selaras dengan fundamental dan keadaan global.
Memperlambat pertumbuhan ekonomi, otomatis berakibat turunnya valuasi saham di bursa. Secara umum bukan kebijakan yang tepat untuk menghadapi defisit transaksi berjalan.
Artikel Terkait:
Belum ada tanggapan untuk "Nilai Rupiah Semakin Anjlok"
Posting Komentar
Kritik dan Saran yang membangun dari Anda sangat KAMI harapkan.
Silahkan isi KOMENTAR anda yang membangun untuk kemajuan dan koreksi di blog ini.
No Sara, No Racism Terima Kasih.