Rabu, 20 Mei 2015

Susi dipuji, Susi pula yang dibenci

Menteri SUSI semakin giat memberantas kapal-kapal pencuri ikan. Alhasil, PDB dari sektor perikanan naik. Namun sejumlah kebijakannya dinilai kurang berpihak pada nelayan kecil.

Kutipan dari majalah detik. MAS Achmad Santosa menghabiskan sebagian besar waktunya selama dua bulan ini dengan blusukan ke sejumlah pelabuhan di Indonesia. Memimpin Tim Analisis dan Evaluasi Kementerian Kelautan dan Perikanan, Mas Achmad mengaudit kapal-kapal penangkap ikan.

Total ada 187 pemilik kapal serta 1.132 izin kapal eks asing yang diaudit oleh tim bentukan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti pada awal Maret 2015 itu. Audit antara lain menyentuh aspek legalitas kepemilikan kapal, izin operasional, serta pembayaran penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Temuan di lapangan cukup mencengangkan.

Menurut Mas Achmad, yang juga Ketua Tim Satgas Pencegahan dan Pemberantasan Illegal, Unreported and Unregulated Fishing, timnya menemukan banyak pelanggaran izin kapal eks asing itu. Satu izin ternyata dipakai untuk tiga sampai lima kapal. “Jadi, kalau moderate saja, artinya 4.500 yang menggunakan izin,” ujar pria yang biasa disapa dengan sebutan Ota ini.  Mantan Deputi Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan ini tidak bisa membayangkan berapa banyak ikan di perairan Indonesia yang dijarah kapal-kapal yang izinnya bermasalah tersebut. Ikan- ikan itu pun tidak didaratkan di Indonesia, melainkan langsung diangkut ke luar negeri.

Kapal-kapal yang berbobot di atas 30 gross ton (GT) itu hampir semuanya dimiliki perusahaan-perusahaan yang berbasis di Indonesia, tapi kendalinya di tangan asing. Bila dikelompokkan, kapal-kapal itu dikuasai hanya oleh tujuh pemain besar. Sayang, Ota enggan menyebutkan nama-namanya. Tapi dua di antaranya adalah pengusaha Indonesia. Hasil sementara Tim Analisis dan Evaluasi Kementerian Kelautan telah dilaporkan Susi kepada Presiden Joko Widodo pada April lalu.

Sebanyak 887 kapal eks asing itu masuk daftar hitam. Sebanyak 23 kapal terbukti melakukan alih muatan di laut (transshipment) secara ilegal dan 522 kapal mempekerjakan anak buah kapal asing. Selain itu, 254 kapal melanggar kewajiban pendaratan, 464 kapal melanggar aturan vessel monitoring system (VMS), dan 119 kapal melanggar batas teritorial.

Berdasarkan audit itu, Susi memperpanjang moratorium pemberian izin tangkap kapal eks asing hingga 6 bulan ke depan. Pada 3 November 2014, Susi menyetop izin baru kapal eks asing di atas 30 GT untuk menekan illegal fishing. Ketentuan itu berlaku 6 bulan dan habis pada 30 April lalu. “Kapal asing hampir semuanya identik dengan pencurian ikan,” tutur Susi. Susi juga terus menangkapi kapal yang tidak kapok menjarah ikan di laut Indonesia. Hingga 6 Mei lalu, berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, Susi telah menangkap 65 pelaku illegal fishing. Jumlah itu terdiri atas 28 kapal Indonesia dan 37 kapal asing. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan Asep Burhanudin mengatakan 37 kapal asing yang ditindak tersebut berasal dari pemeriksaan sekitar 700 kapal. Kapal asing itu terbanyak berasal dari Vietnam (21 kapal), diikuti Filipina 7 kapal, Thailand 5 kapal, dan Malaysia 4 kapal.

Pencapaian Susi hingga Mei 2015 itu melebihi penangkapan kapal sepanjang 2014, yang hanya menangkap 38 buah kapal dari 2.000 kapal yang diperiksa. Peningkatan jumlah tangkapan itu dibantu oleh kemudahan mengakses data kapal yang ada di Kementerian Kelautan sendiri. Sebelum zaman Susi, data kapal itu ditutup-tutupi. Susi memerintahkan agar data-data itu dibuka, sehingga jajaran Asep makin gampang menyelidiki ataupun menangkap kapal di lapangan.

Selain itu, anggaran bahan bakar minyak untuk patroli laut ditambah. Sebelumnya, BBM dalam setahun hanya diberikan untuk 66 hari, tapi kini petugas Kementerian Kelautan bisa menjalankan operasi hingga 280 hari. Dengan kapal yang hanya berjumlah 27 unit, petugas Kementerian Kelautan kini melakukan patroli dalam jangka lama. “Saya sudah lapor ke Ibu Susi, sudah 5 bulanan mereka tidak istirahat. Jadi nanti mau di-rolling,” ujar Asep.

Sinergi dengan aparat yang lain, seperti Polri dan TNI, menurut Asep, juga meningkat. Dengan sinergi itu, petugas Kementerian berhasil menangkap kapal pencuri ikan terbesar dalam sejarah Kementerian Kelautan, yakni kapal MV Hai Fa. Kapal berbendera Panama dengan bobot 4.306 GT itu diduga berlayar tanpa surat laik operasi. Kapal itu membawa 900 ton ikan beku, di antaranya hiu martil yang dilindungi. Perangkat VMS-nya juga dimatikan. Kementerian Susi segera berkoordinasi dengan aparat lain pada 27 Desember 2014 itu. Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut mengerahkan dua kapal, KRI John Lie-358 dan MLT-561. KRI John Lie adalah kapal perang terbaru milik TNI. Sayang, di Pengadilan Perikanan Ambon, kapal pencuri ikan itu hanya dinyatakan melakukan pelanggaran administratif dengan hukuman denda Rp 200 juta.

Dalam waktu dekat ini, Susi rencananya akan kembali menenggelamkan kapal. Jumlahnya lebih dari 30 buah kapal. Kapal-kapal itu akan ditenggelamkan di perairan dekat Sumatera agar menjadi tempat tumbuh kembang (rumpon) ikan. Namun, ketika dimintai konfirmasi mengenai hal itu, Asep enggan mengungkapkannya. Aksi Susi memberantas pencurian ikan itu memperoleh hasil positif. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sektor perikanan meningkat menjadi 8,9 persen selama 5 bulan ke belakang. Menurut Ota, sebelum adanya moratorium izin kapal di atas 30 GT, nelayannelayan kecil susah melaut. Ikan-ikan pun terkuras sampai yang kecil-kecil. “Sekarang sudah tumbuh lagi,” katanya.

Meski demikian, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mencatat sejumlah kekurangan dalam kebijakan Susi selama 7 bulan menjabat. Susi belum transparan soal audit kapal-kapal eks asing itu. Nama-nama pengusaha yang rakus tidak diumumkan kepada publik untuk menimbulkan efek jera. Padahal, untuk audit itu, Susi menggunakan anggaran negara. Sekretaris Jenderal Kiara, Abdul Halim, juga mempertanyakan kebijakan Susi tentang pelarangan penggunaan alat tangkap ikan jenis pukat tarik alias cantrang. Di satu sisi, kebijakan yang ditelurkan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 itu baik guna melindungi ekosistem laut. Namun ekses sosial-ekonomi bagi nelayan, yang mendemo aturan itu, tidak diantisipasi secara matang. “Ujung-ujungnya, bikin lesu kegiatan ekonomi, khususnya di kampung-kampung nelayan,” ujar Abdul.

Seharusnya, menurut Abdul, Susi menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Dana Alokasi Khusus (DAK) guna mengintervensi dampak pelarangan cantrang itu. DAK untuk daerah itu ternyata digunakan untuk hal-hal yang tidak banyak faedahnya. Misalnya di Jawa Tengah, tempat nelayan memprotes larangan cantrang, dana itu dianggarkan untuk membeli mobil bagi para pejabat Kementerian. Dana itu sebenarnya bisa dipakai untuk menambah permodalan nelayan kecil. Selain itu, Abdul mengkritik keras kebijakan Susi yang tetap menawarkan pulau-pulau kecil kepada investor asing. Padahal “‘penjualan” pulau-pulau itu tegas dilarang undang-undang. Privatisasi pulau-pulau tersebut akan berdampak pada terbatasnya akses masyarakat, yang dijamin dalam konstitusi.

Ia memberi contoh, 109 keluarga di Pulau Gili Sunut, Nusa Tenggara Barat, harus angkat kaki karena pulau tersebut dijadikan resor oleh perusahaan asal Singapura, PT Blue Ocean Resort. Ganti ruginya pun hanya Rp 3 juta per keluarga. Para nelayan itu kini kebingungan mencari tempat tinggal baru dan mata pencarian. “Menteri Susi menganggap ini sebagai hal yang benar, perlu dikoreksi,” katanya. Asep mengakui pelarangan cantrang memang kurang sosialisasi. Namun Susi berprinsip, penyelamatan ekosistem laut lebih penting. Mengenai penyerahan pulau-pulau kecil kepada investor asing, Susi mengungkapkan pulau-pulau itu lebih baik dikelola pihak asing daripada tenggelam. “Pulau kita luar biasa, lebih cantik ketimbang Maldives (Maladewa). Tetapi sayang, tidak dikelola,” ujar Susi beberapa waktu lalu.

Susi dipuji, Susi pula yang dibenci
Susi dipuji, Susi pula yang dibenci

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kritik dan Saran yang membangun dari Anda sangat KAMI harapkan.

Silahkan isi KOMENTAR anda yang membangun untuk kemajuan dan koreksi di blog ini.
No Sara, No Racism Terima Kasih.