Minggu, 02 November 2014

Kabinet Joko Widodo belum mampu puaskan pasar

SUASANA bursa efek Indonesia bisa di bilang muram. Investor ramai-ramai menjual saham sehingga harga jatuh. Penurunan indeks saham ini terus terjadi pada hari berikutnya. Indeks harga saham gabungan, yang menjadi pengukur mood bursa, anjlok dari 5.086 menjadi hanya  5.001 dalam dua hari.

Sebagian indeks bursa Asia-Pasifik memang turun, seperti Singapura, tapi Hong Kong pada hari kedua sudah melejit. Gerakan indeks bursa yang tidak seragam ini memperlihatkan bahwa indeks lebih dipengaruhi oleh situasi dalam  negeri. 

Pengumuman tim ekonomi di kabinet Joko  Widodo belum mampu puaskan pasar
Dan situasi dalam negeri pada awal pekan lalu adalah pengumuman nama menteri pemerintahan Presiden Joko Widodo. Pengumuman tim ekonomi di kabinet Joko  Widodo rupanya kurang mampu memuaskan pasar. Salah satu pengamat pasar modal, Fahrial Anwar, mengatakan, “Pasar kecewa dengan tim ekonomi yang dibentuk Jokowi-JK.” 

Kabinet Joko  Widodo belum mampu puaskan pasar

Kepala Riset OSO Securities Supriyadi juga mengungkapkan, banyak suara bernada negatif yang memojokkan tim ekonomi Presiden Joko Widodo. “Setelah tim ekonomi ini diumumkan, banyak sekali yang mengeluarkan statement negatif, terutama yang tidak suka dengan  Pasar kecewa dengan tim ekonomi yang dibentuk Jokowi-JK. 

Padahal reaksi pasar modal ini cukup  berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi Indonesia. Jika bursa memandang  ekonomi negatif dan harga saham berjatuhan,  perusahaan mungkin akan menunda atau  membatalkan rencana menjual saham. Padahal penjualan saham itu biasanya digunakan untuk mengembangkan usaha dan menggerakkan ekonomi.

Reaksi pasar modal juga membuat investor kelas kakap akan menjauhi surat utang yang diterbitkan pemerintah Indonesia. Kalaupun bersedia membeli, mereka akan meminta bunga yang tinggi dan, buntut-buntutnya, pemerintah Indonesia akan membayar surat utang lebih mahal.

Menurut Fahrial, orang-orang yang duduk di tim ekonomi Joko Widodo tidak dikenal sebelumnya dan tak terang reputasinya. “Itulah yang membuat kita jadi bingung, ke depannya seperti apa konsep ekonominya,” ucapnya. Padahal sebelumnya pasar berharap tim ekonomi ini bakal menjadi dream team.  “Kalau yang beginian sih, tidak usah terlalu  heboh kemarin ada Tim Transisi segala,” katanya.

Kabinet Joko  Widodo belum mampu puaskan pasar

Fahrial meragukan kemampuan sejumlah orang di tim ekonomi Jokowi. Mereka memang  bagus di bisnis masing-masing. “Tapi ingat, yang  akan diurus adalah ekonomi makro negara, bukan perusahaan,” ucapnya. Kondisi ekonomi dalam negeri maupun global  yang terus tak stabil, ujar Fahrial, akan agak sulit diselesaikan oleh orang yang hanya sukses di perusahaannya saja. “Mudah-mudahan, saya berharap, tidak seperti yang kita perkirakan,”  tuturnya.

Ia juga menyangsikan kemampuan Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil. Pelaku  pasar, menurut dia, belum pernah mendengar dan melihat garis besar pemahaman ekonomi makro Sofyan. Hal mirip diungkapkan Supriyadi. Ia mengatakan Prestasi Sofyan Djalil kurang menonjol saat memimpin Kementerian BUMN.  “Ditambah lagi ia berada di luar kabinet selama  lima tahun,” katanya.

Sofyan, yang posisinya dikritik kalangan pasar modal, mengatakan pengalaman  sebagai menteri pada masa pemerintahan pertama Susilo Bambang Yudhoyono akan menjadi modal memimpin koordinasi bidang ekonomi.  Absen lima tahun di luar kabinet juga tidak  akan menjadi penghalang. “Selama 5 tahun tak menjabat menteri pun saya membantu Wakil Presiden Boediono menjadi tim kajian strategis,” ucapnya.

Meski secara umum melontarkan kritik, Supriyadi memandang positif nama Rahmat Gobel, yang menjadi Menteri Perdagangan, karena ia berpengalaman memimpin perusahaan distributor Panasonic. “Dengan ia masuk Kementerian Perdagangan, kan berarti banyak tuh produk yang bisa dia jual ke luar negeri,” ucapnya.

Rahmat Gobel sendiri sudah mengungkapkan sejumlah prioritas kerjanya. Selain menjaga stabilitas harga dan menyeimbangkan barang yang diimpor dengan ekspor, katanya, “(Juga) membentuk koalisi promosi nasional.” Sementara itu, Fahrial menyebut nama yang  ia pandang cocok, seperti Bambang Soemantri  Brodjonegoro yang menjadi Menteri Keuangan. “Beliau cukup saya kenal dan beberapa kali berdiskusi dengannya di Kementerian Keuangan, jadi saya sedikit memahami arah  pemikirannya,” ucapnya.

Jokowi harus bekerja keras untuk menstabilkan mata uang rupiah
TIM EKONOMI Presiden Jokowi sebelum rapat kabinet terbatas bidang ekonomi di Istana Negara, Jakarta. Dua periode pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono boleh dibilang sukses menjaga nilai tukar rupiah. Kecuali gejolak  pada akhir 2008 saat krisis global melanda, rupiah kokoh dan dolar terjaga pada kisaran Rp 8.000-9.000. Tapi petaka datang Juli tahun  lalu. Tiba-tiba saja dolar melejit dan akhir tahun lalu sudah melewati garis Rp 12 ribu.

Kabinet Joko  Widodo belum mampu puaskan pasar

Rupiah yang loyo ini menjadi salah satu  pekerjaan rumah utama pemerintahan Joko  Widodo, di samping urusan lain, seperti subsidi bahan bakar minyak. Persoalan lain yang juga belum beres adalah penerapan aturan investasi yang lebih tegas.

Rupiah anjlok, menurut analis pasar modal Fahrial Anwar, karena Indonesia menggunakan sistem devisa bebas yang terlalu liberal, yang dijalankan berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999. “Undang-undang ini membiarkan investor asing masuk kapan saja ke Indonesia dan keluar kapan saja tanpa filter sedikit pun,” katanya.

Pemegang obligasi pemerintah Indonesia, misalnya, akan langsung menjual obligasi jika  kondisi Indonesia dipandang sedang jelek atau bunga di Amerika Serikat sedang naik. Dana hasil penjualan langsung dipindah ke dolar dan dibawa pergi ke Amerika Serikat. Akibatnya, rupiah akan turun dan dolar naik dalam sekejap.

Peraturan devisa yang terlalu bebas ini membuat rupiah sangat rentan. “Sektor ini  tak pernah disentuh oleh elite pemerintah  Indonesia,” kata Fahrial. Padahal, menurut dia, tidak semua negara seperti itu. Ia memberi contoh Thailand. Meski negara itu terus dibekap konflik politik, nilai tukar baht relatif kebal. Kondisi ini, kata Fahrial, disokong oleh aturan investasi yang cukup melindungi, yaitu setiap investor asing tidak bisa mengeluarkan investasi mereka seenaknya. Jika investor asing membeli obligasi Thailand, misalnya, mereka tidak bisa seketika itu menjualnya. Mereka mesti memegang untuk jangka waktu tertentu.

Misalnya, surat utang bertenor 9 bulan, mungkin investor dilarang melepas sebelum 6 bulan. “Istilahnya holding periode,” katanya.  Tahun lalu, saat rupiah mulai jatuh, sempat muncul suara agar Undang-Undang Nomor 24 direvisi agar lalu lintas devisa ada saringannya, tidak terlalu bebas. Saat itu juga muncul ide, hasil ekspor sebagian mesti disimpan di bank lokal Indonesia. Pertengahan tahun ini, Bank Indonesia mengeluarkan peraturan yang memaksa hasil ekspor mesti diletakkan di bank lokal. 

Fahrial mengatakan jika devisa bebas dijalankan sebebas-bebasnya, nilai tukar rupiah  akan gampang turun. Indonesia juga gampang bikin cemas kondisi ekonomi negara lain, seperti Amerika Serikat. Jika Amerika Serikat menaikkan suku bunga, misalnya, Indonesia waswas investor segera memindahkan dana dan rupiah pun turun. “Jika persoalan lalu lintas devisa ini tidak pernah dibenahi, kita akan terus  dalam kondisi seperti ini,” ucapnya Padahal terus melemahnya nilai tukar rupiah menghambat laju usaha, bahkan  menciptakan potensi kredit macet. Pemerintah  juga kelimpungan karena subsidi bahan bakar minyak melonjak karena pembelian bensin Premium di luar negeri mesti dalam dolar.

Sedangkan Kepala Riset OSO Securities Supriyadi mengatakan salah satu hal utama yang juga mesti dilakukan adalah membuat para investor semakin bersemangat datang. Ia mengatakan, pada masa pemerintahan  Tambang bawah tanah milik Freeport di Papua sebelumnya, keran investasi memang dibuka selebar-lebarnya. Peraturan investasi ini memang sudah ada. “Tapi implementasinya tidak jelas,” katanya. Pada pemerintahan sebelumnya, bidang pertambangan menjadi sorotan investor  asing. Larangan ekspor hasil tambang mineral mentah, misalnya. Begitu pula soal kontrak karya dengan Freeport. 

Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan  Djalil mengatakan masih mengkaji urusan kontrak karya dengan Freeport dan investor pertambangan asing lain. “Saya belum tahu secara detail apa masalah di sini. Nanti akan kami lihat dulu, baru kami menentukan langkah selanjutnya,” ucapnya. Sumber majalah detik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kritik dan Saran yang membangun dari Anda sangat KAMI harapkan.

Silahkan isi KOMENTAR anda yang membangun untuk kemajuan dan koreksi di blog ini.
No Sara, No Racism Terima Kasih.